MAGETAN - Di tengah semakin langkanya perajin wayang kulit, Supriyanto, warga Dukuh Ngrini, Desa Banyudono, Kecamatan Ngariboyo, Magetan, menjadi salah satu sosok yang masih konsisten menjaga napas tradisi. Karya tangannya tak hanya diminati masyarakat lokal, tetapi juga sudah merambah ke berbagai daerah di Indonesia.
Kecintaan Supriyanto terhadap wayang kulit bermula sejak SMP. Saat itu, ia gemar menggambar di atas kertas duplek meski belum mengenal bahan kulit maupun peralatan khusus. Pertemuannya dengan seorang guru yang juga perajin wayang menjadi titik balik penting. Dari situlah, ia memberanikan diri berpindah media, dari kertas ke kulit.
Seiring waktu, karya wayang Supriyanto semakin mendapat tempat di hati para pencintanya. Tidak hanya di Pulau Jawa, wayang buatannya juga telah sampai ke Papua, Sulawesi Utara, Sumatera Utara, hingga Kalimantan.
Harga wayang kulit hasil karyanya bervariasi, mulai Rp400 ribu hingga lebih dari Rp1 juta per tokoh, tergantung ukuran dan detail pengerjaan. Untuk wayang gunungan yang menggunakan cat emas asli, harganya bahkan bisa mencapai Rp5 juta. Salah satu komponen penting adalah bagian pegangan, yang menggunakan tanduk kerbau.
Baca Juga : Peringati Hari Batik Nasional, Perajin Batik Magetan Pamerkan Karya Unik
Meski memberikan nilai ekonomis, Supriyanto tidak sepenuhnya menggantungkan hidup dari kerajinan ini. Sehari-hari ia bekerja sebagai ASN PPPK di Kantor Urusan Agama Plaosan. Aktivitas membuat wayang ia lakukan sepulang kerja atau saat memiliki waktu luang. Satu tokoh wayang rata-rata diselesaikan dalam waktu satu hingga dua minggu.
Di Magetan sendiri, jumlah perajin wayang kulit kian menipis dan kini hanya tersisa segelintir orang, sebagian besar sudah berusia lanjut. Karena itu, selain membuat wayang baru, Supriyanto juga menerima jasa perbaikan.
Ia berharap generasi muda dapat turut melanjutkan sekaligus melestarikan kesenian tradisional ini. Di tengah modernisasi, Supriyanto ingin agar wayang kulit tidak hanya bertahan, tetapi juga terus berkembang sebagai warisan budaya bangsa. (Ni Luh Ayu Anggraeni)
Baca Juga : Batik Saji Pacitan: Warisan yang Tetap Bersinar di Era Modern
Editor : M Fakhrurrozi