SURABAYA - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menandai satu tahun kepemimpinan dengan capaian penting di bidang energi.
Fokus utama pemerintah pada tahun pertama ini adalah mewujudkan swasembada energi melalui kebijakan hilirisasi dan optimalisasi sumber energi baru terbarukan (EBT), dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia sebagai motor penggerak di lapangan.
Langkah strategis ini mendapat apresiasi dari berbagai kalangan, termasuk akademisi dan pakar energi. Pemerintah dinilai konsisten menjaga arah pembangunan menuju kemandirian energi yang berkelanjutan dan berpihak pada rakyat.
Koordinator Proyek Renewable Energy Integration Demonstrator Indonesia (REIDI) dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Ary Bachtiar Krishna Putra, menyebut langkah pemerintah dalam memperluas pemanfaatan EBT sudah berada di jalur yang tepat.
“Ini sudah saatnya Indonesia tidak lagi hanya bicara, tapi melangkah nyata menuju kemandirian energi. Program seperti REIDI menunjukkan bagaimana universitas, industri, dan pemerintah bisa bekerja bersama dalam membangun ekosistem energi yang efisien dan berkelanjutan,” ujarnya dalam diskusi “Meneropong Satu Tahun Kemandirian Energi Nasional Era Prabowo-Gibran dari Timur Jawa di Surabaya, Rabu (15/10/2025).
Ary menilai, komitmen pemerintah melalui Kementerian ESDM dalam mengakselerasi transisi energi hijau dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai negara mandiri energi di Asia Tenggara.
“Kemandirian energi ini bukan hanya soal ketersediaan pasokan, tetapi juga soal bagaimana kita menguasai teknologi dan sistemnya. Pemerintah di bawah Pak Prabowo dan Pak Bahlil sudah bergerak ke arah itu,” tambahnya.
Sementara itu, Ekonom Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Hendry Cahyono menilai kebijakan energi yang dijalankan pemerintah memiliki dampak positif terhadap ketahanan fiskal. Ia menyoroti bagaimana pemerintah berani menata ulang subsidi energi agar lebih tepat sasaran.
“Kita sudah meriset di pusat kajian ilmu ekonomi, dan beban subsidi energi kita itu 4 persen dari GDP (gross domestic product). Masalahnya, subsidi ini ternyata 11 kali lebih besar dinikmati oleh 20 persen masyarakat kaya dibanding golongan miskin. Nah, ini yang sekarang mulai diperbaiki,” kata Hendry.
Hendry juga menilai arah kebijakan energi Presiden Prabowo sudah berjalan di rel yang benar, termasuk pencapaian lifting minyak dan gas yang telah melampaui target APBN.
“Sesuatu yang sudah ditargetkan dan itu sudah melampaui target tentu ini bagus ya. Dan saya rasa itu sudah on the right track di track yang benar,” ujarnya.
Ia menambahkan, kebijakan legalisasi sumur minyak rakyat menjadi langkah tepat untuk mendukung pencapaian target lifting nasional.
“Berarti sumur minyak rakyat itu berpengaruh ya? Berpengaruh juga. Besar atau kecil itu pasti berpengaruh terhadap lifting total nasional kita,” katanya.
Di sisi lain, Pakar Kebijakan Publik Universitas Airlangga (Unair) Falih Suaedi menilai langkah pemerintah menempatkan isu energi sebagai prioritas nasional yang tertuang dalam Asta Cita adalah keputusan yang strategis.
“Pemerintah saat ini tidak hanya bicara soal penyediaan energi, tapi juga kemandirian dalam mengelola. Itu artinya, negara sedang mengarah pada ketahanan energi yang sesungguhnya,” kata Falih.
Menurut Falih, Presiden Prabowo dan Wapres Gibran berhasil mengonsolidasikan kebijakan lintas sektor, dari ESDM, industri, hingga pendidikan tinggi, dalam satu visi besar yakni kemandirian energi nasional di bawah tangan dingin Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
“Dalam satu tahun ini terlihat jelas bagaimana pemerintah berusaha membangun integrasi kebijakan energi dari pusat sampai daerah. Ini bukan hal mudah, tapi langkahnya sudah terlihat,” ujarnya.
Para akademisi pun sepakat capaian ini menjadi pondasi kuat bagi keberlanjutan pembangunan energi nasional di tahun-tahun berikutnya. Pemerintah menegaskan bahwa agenda swasembada energi bukan sekadar target jangka pendek, tetapi visi jangka panjang menuju Indonesia sebagai negara maju dan mandiri energi. (*)
Editor : M Fakhrurrozi