SURABAYA - Gemuruh tepuk tangan dan riuh gelak tawa menggema di Gedung Cak Durasim, Taman Budaya Jawa Timur, Kamis (15/5/2025) malam. Pertunjukan "Ritus Negeri Celeng" persembahan Dimar Dance, buah kolaborasi apik dengan Wisma Jerman, berhasil memukau puluhan penonton yang hadir. Dhahana Adi Pamungkas, Cultural Program Assistant Wisma Jerman, membuka jendela pemahaman akan latar belakang dan tujuan mulia di balik pagelaran seni yang unik ini.
"Wisma Jerman, sebagai jembatan budaya dan bahasa antara Indonesia dan Jerman, merasa memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan kerjasama yang konkret melalui medium seni dan budaya," ujar Dhahana dengan penuh semangat. Ia menjelaskan bahwa "Ritus Negeri Celeng" menjadi salah satu perwujudan kolaborasi yang mendalam, khususnya dalam mengembangkan kesenian lokal dengan sentuhan perspektif internasional.
"Selain kursus bahasa, Wisma Jerman juga aktif mendukung kegiatan budaya seperti tari, film, dan teater. Kerjasama dengan Dimar Dance kali ini, yang kedua kalinya, mengangkat judul 'Ritus Negeri Celeng' sesuai dengan karya tari yang mereka bawakan," imbuhnya.
Baca Juga : Kolaborasi Indonesia - Jerman Suguhkan Tari, Musik, dan Komedi Bersatu di Ritus Negeri Celeng
Lebih lanjut, Dhahana mengupas emosi dan makna mendalam yang ingin disampaikan melalui "Ritus Negeri Celeng". Karya dari Dimar Dance dan kolaborasi apik Dhian Bokir menurutnya, merespons isu-isu humanis yang berkembang pesat di era modern. "Kita melihat bagaimana manusia di zaman ini seringkali terjebak dalam keserakahan, individualisme, dan kemunafikan. Melalui pertunjukan tari ini, kita diajak untuk kembali menyadari esensi kemanusiaan kita, bahwa kita tidak bisa hidup sendiri dan perlu menjaga keseimbangan dengan sesama dan lingkungan," terangnya. Metafora "celeng" atau babi hutan, yang seringkali berkonotasi negatif, justru dihadirkan sebagai representasi sifat serakah manusia yang perlu direfleksikan.
Harapan besar pun disematkan pada dampak acara ini, terutama bagi perkembangan seni di Jawa Timur dan generasi muda. Dhahana berharap, "Momentum ini, sejalan dengan gaung Jawa Timur sebagai gerbang baru Nusantara, dapat menjadi langkah awal yang baik untuk meningkatkan atensi terhadap seni dan budaya Indonesia, baik di mata bangsa sendiri maupun internasional. Seni ini diharapkan tidak hanya menjadi tontonan yang menarik, tetapi juga tuntunan yang memberikan pembelajaran."
Senada dengan itu, Dian Bokir, Founder Dimar Dance Theatre sekaligus sutradara "Ritus Negeri Celeng", menjelaskan lebih dalam mengenai makna di balik tema yang diangkat. "Kami mengangkat 'Ritus Negeri Celeng' sebagai representasi sebuah negeri dari sudut pandang celeng itu sendiri. Celeng dalam kesenian kita juga memiliki tradisi, namun kami ingin menyampaikan keresahan dari sudut pandang yang berbeda. Jika biasanya celeng dianggap haram dan kotor, kami justru menampilkan perspektif dari mereka, mempertanyakan mengapa mereka dikucilkan," ungkapnya. Keunikan pertunjukan ini juga terletak pada perpaduan musik tradisional dan modern, serta integrasi antara penari dan pemusik di atas panggung. "Penari juga bermain musik, dan pemusik juga menari, menciptakan satu kesatuan yang utuh, layaknya musikal dengan tampilan yang berbeda," jelas Dian.
Proses kreatif dalam menemukan tema dan mewujudkannya membutuhkan riset dan eksplorasi yang mendalam, baik dari segi gerak maupun musik. Dian mengakui adanya tantangan selama proses latihan, terutama dalam manajemen energi dan tenaga karena para pemain dituntut untuk tidak hanya menari, tetapi juga berakting, bernyanyi, dan bermain musik. "Sebenarnya karya ini sudah pernah kami tampilkan di Jakarta, jadi di Surabaya ini kami melakukan rekonstruksi, pembaruan, dan peningkatan," katanya.
Sebagai seorang seniman tari, Dian memiliki harapan besar untuk perkembangan seni tari di Jawa Timur dan Indonesia. "Harapannya tentu terus berkembang, menggali potensi-potensi daerah yang unik. Jangan malu dengan tradisi kita sendiri, mari kita kembangkan dan bawa ke panggung nasional dan internasional. Semoga kegiatan seperti ini terus berlanjut dan menginspirasi banyak orang," pungkasnya.
Muhammad Romy Ardianto, salah satu penonton yang hadir, memberikan tanggapannya mengenai pementasan tersebut. "Acaranya unik dan bagus, perpaduan antara budaya Jawa, Inggris, dan Jerman terasa menyatu. Ada unsur komedi yang membuat suasana menjadi hidup, namun tidak menghilangkan makna yang ingin disampaikan. Yang paling menarik adalah perpaduan bahasanya yang ternyata bisa selaras dalam satu basis budaya Jawa," ujarnya. Ia berharap kegiatan serupa dapat terus dilakukan dengan tema dan konsep yang lebih beragam dan ditingkatkan lagi.
Pertunjukan "Ritus Negeri Celeng" malam ini tidak hanya menyuguhkan tarian yang memukau, tetapi juga alunan musik yang dinamis, dialog yang sarat makna, dan sentuhan komedi yang menghibur. Para pemain yang merangkap sebagai pemusik berhasil membawa suasana riuh dan interaktif, membuktikan bahwa seni lintas budaya dapat menjadi jembatan pemahaman dan apresiasi yang mendalam.
Editor : A. Ramadhan