JEDDAH - Sebanyak 30 warga negara Indonesia (WNI), termasuk yang berasal dari Madura, terindikasi masuk ke Arab Saudi menggunakan visa ziarah untuk menunaikan ibadah haji 2025. Padahal, pemerintah Arab Saudi sejak 29 April telah menutup akses ibadah haji bagi siapa pun yang tidak memiliki visa resmi haji.
Kejadian ini terungkap di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah, oleh tim Perlindungan Jemaah (Linjam) Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH). Konsul Jenderal RI di Jeddah, Yusron B. Ambary, menyebut para WNI tersebut mengaku sadar akan berhaji dengan visa ziarah dan bahkan ada yang membayar hingga Rp 150 juta.
“Tim kami di bandara sempat berbincang. Mereka mengaku berasal dari Madura, dan dengan sadar mengaku akan berhaji menggunakan visa ziarah,” kata Yusron dalam pers briefing, Selasa (6/5).
Sayangnya, para jemaah enggan menyebut siapa yang memberangkatkan mereka.
Baca Juga : 30 WNI Termasuk Asal Madura Nekat Berhaji Pakai Visa Ziarah, Terancam Dideportasi dan Denda Rp 448 Juta
“Mereka sudah dibriefing agar tidak berbicara. Kami hanya bisa mengimbau, karena KJRI tidak punya kewenangan untuk menindak,” ujarnya.
Yusron menambahkan, visa ziarah memang masih berlaku untuk masuk Arab Saudi, namun tidak dapat digunakan untuk masuk ke kota suci Makkah. Pemerintah Arab Saudi menerapkan razia ketat, dan jemaah yang tidak memiliki visa haji bisa dikenakan sanksi berat.
“Yang tidak punya visa bisa dipenjara. Kalau pun punya visa valid (seperti ziarah), mereka akan diturunkan di KM 14, perbatasan Jeddah-Makkah,” jelas Yusron.
KM 14 dikenal sebagai titik penyekatan bagi jemaah tanpa visa haji resmi. Di sana, mereka akan diturunkan dan tidak diizinkan melanjutkan perjalanan ke Makkah. Meski begitu, tidak sedikit dari mereka yang menghubungi teman-temannya untuk mencoba kembali masuk secara diam-diam.
“Banyak yang bandel. Dijemput, lalu mencari cara agar bisa masuk lagi,” ujar Yusron.
Pemerintah Arab Saudi telah menyiapkan sanksi tegas, termasuk ancaman denda hingga 100 ribu riyal (sekitar Rp 448 juta) dan proses hukum. Denda ini tidak hanya berlaku bagi pelaku, tetapi juga pihak yang memfasilitasi keberangkatan, seperti penampung, penyedia transportasi, hingga pengurus apartemen.
Yusron menambahkan bahwa pihak KJRI dan pemerintah Indonesia telah gencar melakukan sosialisasi agar masyarakat tidak tergiur berhaji tanpa visa resmi. Namun masih ada saja yang mencoba mencari celah, bahkan melalui negara ketiga agar tidak terdeteksi.
Bagi jemaah yang ingin kembali ke Indonesia, KJRI siap memfasilitasi kepulangan mereka. Namun biaya tiket ditanggung sendiri. “Ada yang pulang, ada yang tetap ngotot untuk mencoba masuk Makkah lagi,” kata Yusron.(Dhimas Ginanjar)
Editor : A. Ramadhan