BLITAR - Para pengrajin bata merah di Kabupaten Blitar menghadapi tantangan berat. Keberadaan produk bahan bangunan alternatif, yaitu hebel atau bata ringan, membuat pemasaran bata merah semakin terpuruk dan lesu.
Maraknya bata ringan di pasaran telah menggerus pangsa pasar bata merah tradisional. Kondisi ini menyebabkan tidak sedikit pengrajin yang terpaksa gulung tikar karena produknya tidak lagi laku.
Masyarakat kini lebih memilih menggunakan hebel atau bata ringan. Alasan utamanya adalah persepsi bahwa bata ringan lebih modern, mudah digunakan, serta memiliki keunggulan seperti tahan gempa dan api. Selain itu, proses pemasangannya juga dinilai lebih cepat dan efisien.
Supri, seorang pengrajin bata merah asal Desa Kebonduren, Kecamatan Ponggok, mengaku merasakan langsung dampak peralihan ini. Ia mengatakan bahwa penjualan bata merah telah mengalami kelumpuhan dalam tiga tahun terakhir.
"Sejak tiga tahun terakhir, penjualan bata merah lesu karena banyak masyarakat beralih menggunakan hebel atau bata ringan untuk membangun rumah," ujar Supri.
Meski demikian, Supri meyakini bahwa bata merah sebenarnya memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan dengan hebel sebagai bahan baku pembuatan rumah.
Kini, harapan para pengrajin seperti Supri tertumpu pada Pemerintah. Mereka berharap ada perhatian khusus terhadap nasib para pengrajin bata merah yang kini terjepit.
"Kini Supri berharap pemerintah memperhatikan nasib para pengrajin bata merah yang kini terjepit, agar mereka tetap bisa melangsungkan usahanya," tuturnya.
Solusi yang diusulkan adalah dengan melibatkan produk lokal dalam proyek Pemerintah. Mereka berharap semua proyek pembangunan milik Pemerintah Daerah dapat menggunakan produk bata merah lokal untuk membantu menjaga kelangsungan usaha mereka. (Moch.Asrofi)
Editor : JTV Kediri



















