SURABAYA - Keluhan warga Wisma Tengger, RT 04 RW 06, Kelurahan Kandangan, Kecamatan Benowo, terkait pencemaran lingkungan mendapat perhatian DPRD Surabaya.
Ketua Komisi A DPRD Surabaya bidang hukum dan pemerintahan, Yona Bagus Widyatmoko, langsung mendatangi lokasi. Dalam sidak tersebut, diduga pencemaran lingkungan disebabkan aktivitas peleburan emas PT Suka Jadi Logam (SJL).
"Saya minta kepada Pemerintah Kota Surabaya menghentikan aktivitas peleburan emas PT Suka Jadi Logam (SJL) jika terbukti mencemari udara dan mengganggu kenyamanan warga," ujarnya.
Menurutnya, pelanggaran seperti ini tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga bertentangan dengan sejumlah aturan hukum yang berlaku.
Baca Juga : Plengsengan Telogo Sepat Tak Dibiayai Dakel, Cak Yebe Rogoh Kocek Pribadi
“Jika terbukti bahwa asap yang mengganggu kenyamanan warga diduga dikeluarkan oleh aktivitas produksi peleburan emas dari PT SJL, maka aktivitas produksi ini harus dihentikan karena PT SJL sudah melanggar UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” tegas politisi yang akrab disapa Cak Yebe saat sidak di lokasi, Senin (15/9/2025).
Cak Yebe mengatakan, keterlibatan pihak dari dinas kesehatan melalui Puskesmas setempat harus segera dilibatkan untuk mengambil sampel kesehatan warga yang terdampak. Menurutnya, hasil pemeriksaan medis bisa menjadi alat bukti yang sahih untuk menindak perusahaan tersebut.
“Puskesmas harus mengambil sampel kesehatan warga. Jika terbukti mereka mengalami batuk atau efek samping lain akibat aktivitas peleburan, maka itu sudah cukup menjadi alat bukti untuk memproses perusahaan ini secara hukum,” jelasnya.
Baca Juga : DPRD Surabaya Dorong Penguatan Kampung Pancasila di Dukuh Watulawang
Wakil Ketua DPC Gerindra Surabaya ini menjelaskan, undang-undang tersebut mengatur bahwa pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan akibat aktivitas manusia.
Jika pencemaran ini melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan, maka pemerintah memiliki dasar kuat untuk memberikan sanksi.
“Selain itu, PT SJL juga berpotensi melanggar UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan UU No. 6 Tahun 2023. Bahkan, Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 99 Tahun 2016 tentang tata cara pengenaan sanksi administratif di bidang PPLH juga bisa dikenakan,” ujarnya.
Menurut Cak Yebe, sanksi administratif tersebut bisa berupa pembekuan izin usaha, hingga pencabutan izin jika pelanggaran terus berlanjut.
Jika ditemukan unsur pidana dalam proses investigasi, pihak perusahaan juga dapat dijerat pasal pidana.
“Jika ditemukan unsur pidana, pemiliknya bisa dijerat Pasal 374 KUHP bahwa setiap orang yang karena kealpaannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup dipidana dengan hukuman penjara paling lama tiga tahun,” jelasnya.
Cak Yebe berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini agar hak warga atas lingkungan yang bersih dan sehat tetap terjamin.
Dia menegaskan, Pemkot harus segera mengambil langkah konkret demi melindungi kesehatan masyarakat.
“Kami tidak ingin warga terus menjadi korban. Jika tidak ada ketegasan, ini akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum lingkungan di Surabaya,” pungkas Cak Yebe.
Sebelumnya, warga Wisma Tengger, Kecamatan Benowo, melaporkan bau menyengat yang muncul sejak November 2024. Bau tersebut diduga berasal dari aktivitas peleburan emas di PT SJL.
Sejumlah warga mengeluh batuk, sesak napas, dan iritasi tenggorokan, usai menghirup bau tersebut. Kondisi paling parah dialami anak-anak dan lansia.
Pemkot Surabaya melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) telah memberikan surat peringatan dan meminta PT SJL melakukan uji emisi serta memperbaiki sistem pengelolaan limbah.
Namun, hasil sidak terakhir menunjukkan masih ada aktivitas di dalam pabrik meski Satpol PP sudah melakukan penyegelan pada awal Juli 2025. (*)
Editor : M Fakhrurrozi