SURABAYA - Raja Ampat selalu saya ceritakan kepada siswa sebagai salah satu contoh terbaik dari ekosistem yang seimbang di Indonesia. Lautnya jernih, terumbu karangnya sehat, dan ribuan spesies hidup berdampingan dalam harmoni yang luar biasa.
Kawasan ini begitu penting bagi lingkungan dan alam Indonesia karena memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Banyak hewan endemik ‘asli’ Indonesia yang hidup disini, seperti burung Cendrawasih bisa ditemukan di Raja Ampat.
Di perairannya, terumbu karang menjadi rumah bagi ikan-ikan kecil dan spesies laut lainnya. Semua makhluk hidup di Raja Ampat terhubung dalam satu sistem ekologis yang saling bergantung.
Sayangnya, belakangan ini muncul kabar tentang dibukanya izin tambang nikel di beberapa pulau kecil di Raja Ampat. Sebagai guru Biologi, saya tentu merasa khawatir. Kawasan seistimewa itu seharusnya dilindungi, bukan dieksploitasi.
Ketika Tambang Mengancam Surga Bawah Laut
Jika tambang nikel benar-benar beroperasi di pulau-pulau kecil seperti Gag dan Kawe, dampaknya akan langsung terasa. Fungsi lahan sebagai habitat flora dan fauna akan terganggu. Ketika makhluk hidup kehilangan tempat tinggal dan sumber makanan, mereka akan mengalami tekanan yang dapat berujung pada kepunahan.
Aktivitas penambangan juga berisiko merusak laut dan terumbu karang di sekitar Raja Ampat akibat pengerukan. Proses ini menimbulkan dampak lanjutan seperti sedimentasi dan pencemaran bahan kimia ke perairan.
Secara sederhana, saat penggalian tambang dilakukan, akan muncul kebisingan dan getaran yang cukup kuat. Itu saja sudah cukup untuk mengganggu makhluk hidup di sekitarnya, termasuk biota laut yang sangat sensitif terhadap perubahan kondisi lingkungan.
Bisa Pulih, Tapi Tidak Pernah Sama
Kerusakan lingkungan akibat tambang memang bisa dipulihkan, tetapi prosesnya tidak mudah. Sebelum memulai pemulihan, perlu dilakukan identifikasi untuk mengetahui seberapa besar tingkat kerusakan yang terjadi.
Pada umumnya, aktivitas pertambangan menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan dalam skala besar. Karena itu, mengembalikan kondisi alam seperti semula sangatlah sulit dan memerlukan waktu serta upaya yang panjang.
Dari Kelas Lahir Aksi Nyata
Sebagai guru Biologi, saya sering menyampaikan kepada siswa bahwa Raja Ampat
adalah contoh nyata dari ekosistem yang seimbang. Di dalamnya terdapat beragam flora dan fauna endemik Indonesia yang harus kita jaga melalui berbagai upaya konservasi. Cara-cara sederhana yang saya ajarkan antara lain menghindari perburuan liar, tidak merusak habitat, serta mendukung kegiatan seperti reboisasi.
Meskipun kita tinggal di Surabaya, bukan berarti kita tidak bisa ikut serta dalam menjaga kelestarian Raja Ampat. Saya selalu dorong siswa untuk berani menyuarakan pendapat yang didasarkan pada pengetahuan. Misalnya, satu kali repost cerita tentang "Save Raja Ampat" atau ajakan konservasi di media sosial, itu sudah menjadi bentuk aksi nyata sebagai pelajar yang peduli lingkungan.
Tambang dan pelestarian alam sebenarnya bisa saja berjalan berdampingan, asalkan aktivitas pertambangan dilakukan dengan memperhatikan etika lingkungan. Salah satu prinsip sederhananya adalah tidak mengeksploitasi wilayah yang memiliki nilai ekologis tinggi. Dengan kata lain, eksplorasi sumber daya alam harus dilakukan secara bijak dan penuh tanggung jawab agar tidak merusak keseimbangan lingkungan yang ada.
Saat Alam Menjerit, Apa yang Akan Kita Lakukan?
Jika penambangan seperti nikel memang tak terhindarkan, maka seharusnya dilakukan dengan menjunjung tinggi etika lingkungan. Jangan sampai hutan, laut, dan kehidupan liar dikorbankan hanya demi keuntungan sesaat. Alam bukan sesuatu yang bisa dikembalikan begitu saja setelah rusak.
Untuk kalian, generasi muda, inilah waktunya ilmu yang kalian pelajari di sekolah dijadikan aksi nyata. Tunjukkan kontribusi, sekecil apa pun, dalam konservasi lingkungan. Karena semua itu adalah kekayaan bangsa, aset kehidupan, dan penyeimbang dunia yang tak tergantikan.
*) Maulidatul Kurnia Pratiwi, S.Pd., M.Pd, Guru Mata Pelajaran Biologi SMA 17 Agustus 1945 (SMATAG) Surabaya
Editor : M Fakhrurrozi