SURABAYA - Semangat perjuangan kaum buruh Jawa Timur membara pada peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day yang terpusat di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Kamis (1/5/2025) siang. Ratusan pekerja dari berbagai sektor dan mahasiswa turun ke jalan menyuarakan aspirasi dan tuntutan mereka terkait kondisi kerja, upah, serta perlindungan hak-hak buruh yang dinilai masih jauh dari harapan.
Di tengah hiruk pikuk aksi, terungkap berbagai persoalan pelik yang dihadapi para pekerja, mulai dari ketidakjelasan pasca pembatalan UU Cipta Kerja hingga praktik intimidasi dan kesewenang-wenangan pengusaha.
Anthony Matondang, Humas aksi masyarakat sipil Surabaya, dengan lantang menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi buruh saat ini. Ia menyoroti lambannya tindakan pemerintah dalam menindaklanjuti pembatalan UU Cipta Kerja oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
"Sudah dibatalkan MK, tapi sampai sekarang tidak ada itikad dari pemerintah untuk menindaklanjuti. Ironisnya, di tengah maraknya PHK, justru dibentuk Satgas PHK nasional," ujarnya.
Baca Juga : May Day, Ratusan Buruh Padati Pendopo Madiun Suarakan Berbagai Tuntutan
Lebih lanjut, Anthony menyoroti lemahnya penegakan hukum normatif oleh pengawas ketenagakerjaan di tingkat provinsi. Pengalaman pahit selama bertahun-tahun menunjukkan pendekatan persuasif yang tidak efektif, sementara jalur hukum pidana terkesan diabaikan.
Momentum May Day ini diharapkan menjadi titik balik bagi pengawasan ketenagakerjaan untuk bertindak maksimal sesuai undang-undang. Ia juga mengungkapkan kekecewaannya atas proses pelaporan pelanggaran yang berbelit-belit dan tanpa kejelasan.
Baca Juga : May Day, Ribuan Buruh Bergerak Menuju Kantor Gubernur Jatim
Senada dengan Anthony, Abdul Muchid dari PUK FSPMI PT YTL Jawa Timur Paiton-Probolinggo menyoroti praktik pengusaha nakal yang melakukan intimidasi, bahkan kasus penahanan ijazah oleh oknum pengusaha nakal yang saat ini masih bergulir di pengadilan Surabaya.
"Harapan kami sebagai sama-sama aktivis buruh agar peradilan-peradilan sesat itu hilang, khususnya untuk para buruh, yang kita harapkan adalah keadilan tentunya," tegasnya.
Ia juga mengungkapkan momen sulit ketika tuntutan hak normatif ditolak dengan alasan ketidakmampuan perusahaan. Meskipun kondisi kerja di tempatnya saat ini relatif baik, Abdul Muchid menyadari masih banyak pekerja lain yang perlu diperjuangkan hak-haknya. Ia menilai peran pemerintah dalam melindungi hak buruh baru mencapai sekitar 50%.
Baca Juga : Sempat Blokir Embong Malang, Ribuan Buruh Menuju Kantor Gubernur
Dalam pesan penutupnya, Anthony Matondang menegaskan pentingnya penegakan hukum yang tegas berdasarkan undang-undang, demi memberikan efek jera kepada pengusaha yang melanggar aturan ketenagakerjaan. Ia juga menyoroti dilema yang dihadapi buruh, yakni terbatasnya lapangan kerja di tengah potensi kesewenang-wenangan PHK sepihak.
Senada dengan itu, Abdul Muchid menyerukan kepada pemerintah dan masyarakat luas untuk menjamin upah layak, menghapus sistem outsourcing, serta menghentikan segala bentuk intimidasi dan tekanan terhadap buruh. Keduanya seirama menyuarakan bahwa kesejahteraan buruh tak bisa ditawar dan harus menjadi prioritas bersama. Aksi May Day di Grahadi ini pun menjadi bukti nyata bahwa suara dan aspirasi buruh Jawa Timur akan terus bergema hingga keadilan benar-benar terwujud.(*)
Editor : A. Ramadhan