Fenomena baru yang mengkhawatirkan tengah melanda Jakarta. Hasil riset terbaru menunjukkan bahwa air hujan di Ibu Kota mengandung partikel mikroplastik berbahaya yang melayang di atmosfer. Partikel-partikel ini berasal dari berbagai aktivitas manusia di kawasan perkotaan.
Menurut data Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mikroplastik telah terdeteksi dalam setiap sampel air hujan yang diuji. Temuan ini menunjukkan bahwa polusi plastik kini tidak hanya mencemari laut dan tanah, tetapi juga udara yang kita hirup setiap hari.
Sementara itu, Program Lingkungan PBB (UNEP) mencatat bahwa Indonesia merupakan penghasil sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok, dengan total 3,2 juta ton sampah plastik tak terkelola setiap tahun.
Khusus Jakarta, menurut BPS Provinsi DKI Jakarta (2022), 22,95 persen dari total 8 ribu ton sampah per hari adalah plastik — sekitar 1,8 ribu ton setiap harinya.
Mikroplastik di Udara dan Hujan
Peneliti BRIN, Muhammad Reza Cordova, menjelaskan bahwa penelitian yang dilakukan sejak 2022 menemukan sekitar 15 partikel mikroplastik per meter persegi per hari pada sampel air hujan di kawasan pesisir Jakarta.
Partikel tersebut sebagian besar berasal dari:
- Serat sintetis pakaian,
- Debu kendaraan dan ban,
- Sisa pembakaran sampah plastik, serta
- Degradasi plastik di ruang terbuka.
Fenomena ini dikenal dengan istilah atmospheric microplastic deposition, yaitu proses jatuhnya partikel plastik dari atmosfer ke permukaan bumi melalui hujan. Plastik tidak pernah benar-benar hilang, hanya terurai menjadi partikel sangat kecil yang akhirnya ikut dalam siklus udara, air, dan tanah.
Dengan populasi Jakarta yang mencapai lebih dari 10 juta jiwa dan kendaraan sekitar 20 juta unit, tidak mengherankan bila limbah plastik terus meningkat dan akhirnya mencemari atmosfer kota.
Paparan Mikroplastik di Tubuh Manusia
Secara global, manusia diperkirakan mengonsumsi 39.000 hingga 52.000 partikel mikroplastik setiap tahun. Jika ditambah dengan partikel yang terhirup melalui udara, jumlahnya bisa mencapai 74.000 partikel.
Bahkan, jika memperhitungkan kandungan mikroplastik dalam air minum kemasan, angkanya dapat bertambah hingga 9.000 partikel per tahun.
Mikroplastik berukuran di bawah 5 milimeter ini dapat masuk ke dalam tubuh melalui makanan, air, maupun udara. Partikel tersebut juga ditemukan dalam urin, feses, dan bahkan aliran darah manusia — yang dapat memengaruhi fungsi otak serta organ vital lainnya.
Menurut penelitian terbaru yang dikutip BBC (Februari 2025), mikroplastik bahkan telah ditemukan di otak manusia. Studi itu menunjukkan bahwa pasien demensia memiliki kadar plastik hingga 10 kali lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak mengalami gangguan tersebut.
Bahaya Kesehatan Akibat Mikroplastik
Partikel mikroplastik sangat kecil, bahkan lebih halus daripada debu biasa, sehingga mudah terhirup dan menembus jaringan tubuh. Plastik juga mengandung bahan kimia berbahaya seperti ftalat (PAE), bisfenol A (BPA), dan logam berat, yang dapat terlepas ke lingkungan saat plastik terurai.
Di udara, partikel ini juga mampu menyerap polutan beracun seperti hidrokarbon dari asap kendaraan. Maka, yang berbahaya bukan air hujannya, melainkan mikroplastik yang terkandung di dalamnya.
Dampak paparan mikroplastik terhadap kesehatan manusia meliputi:
- Peradangan dan iritasi jaringan,
- Stres oksidatif,
- Gangguan hormon,
- Kerusakan organ dan jaringan,
- Risiko kanker, mutasi DNA, serta gangguan reproduksi.
Beberapa penelitian juga menunjukkan hubungan antara paparan PAE dan BPA dengan meningkatnya risiko kanker payudara, prostat, dan testis, serta infertilitas, gangguan metabolisme, asma, dan autisme.
Dampak Lingkungan dan Upaya Pencegahan
Selain berisiko bagi kesehatan, air hujan yang tercemar mikroplastik dapat mengotori sumber air permukaan, sungai, dan laut, sehingga ikut masuk ke dalam rantai makanan. Masalah ini diperburuk oleh masih tingginya penggunaan plastik sekali pakai dan pengelolaan limbah yang belum optimal.
Sebagai langkah pencegahan, BRIN mendorong upaya lintas sektor, antara lain:
- Memperkuat riset dan pemantauan kualitas udara serta air hujan di kota-kota besar.
- Memperbaiki pengelolaan limbah plastik di hulu, termasuk pengurangan plastik sekali pakai dan peningkatan fasilitas daur ulang.
- Mendorong industri tekstil untuk menerapkan sistem filtrasi pada mesin cuci agar serat sintetis tidak terlepas ke lingkungan.
Selain itu, edukasi publik menjadi langkah penting dalam mengatasi masalah ini. Masyarakat diimbau untuk:
- Mengurangi penggunaan plastik,
- Memilah sampah dari rumah tangga,
- Tidak membakar limbah secara sembarangan.
Dengan kesadaran bersama, diharapkan pencemaran mikroplastik dapat ditekan, sehingga udara, air, dan tanah tetap aman bagi kehidupan.
RobertoNews | 23 Oktober 2025 (08.00 WIB)
Dr. dr. Robert Arjuna FEAS – Praktisi Dokter & Penulis Ilmu Kesehatan
Editor : Iwan Iwe



















