SURABAYA - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur terus melakukan penyelidikan kasus dugaan korupsi akuisisi PT Semen Indogreen Sentosa (PT SIS) oleh PT Hakaaston, anak usaha BUMN PT Hutama Karya, Tbk.
Hingga saat ini, tim penyidik masih melakukan pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket) dan bahan pengumpulan data (Puldata). Puldata dan Pulbaket dilakukan dengan meminta keterangan sejumlah saksi dari pejabat baik dari PT SIS maupun PT Hakaaston.
“Tim masih bekerja melaksanakan tugas pengumpulan data dan bahan keterangan. Apabila ada bukti permulaan yang cukup nanti akan dilakukan rilis pers dengan ditingkatkannya penanganan perkara ke tahap penyidikan,"ujar Windu Sugiarto, Kasi Penerangan Hukum, Kasipenkum Kejati Jatim.
Penyelidikan kasus dugaan korupsi akuisisi saham PT SIS ini mendapat perhatian masyarakat. Mereka memberikan dukungan kepada Kejati Jatim dengan memberikan karangan bunga. Sejumlah karangan bunga ini bertuliskan “Apresiasi untuk Kejati Jatim, Atas Ketegasannya Mengungkap Dugaan Mark Up Akusisi PT SIS oleh Anak Usaha BUMN”.
Selain itu, karangan bunga lainnya bertuliskan "Dugaan Markup Akuisisi PT SIS = 17.000 m² Tanah = 43,75 Miliar Rugi Negara" dan "Transparansi Bukan Pilihan, Itu Kewajiban! Kami Bersama Penegakan Hukum yang Berani."
Sekedar diketahui, kasus ini berawal dari akuisisi saham mayoritas PT SIS oleh PT Hakaaston pada tahun 2020 dengan nilai transaksi mencapai sekitar Rp200 miliar untuk 85 persen kepemilikan. Proses akuisisi ini dinilai tidak memiliki dasar bisnis yang kuat.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah dugaan mark up pada aset tanah seluas 17.000 meter persegi di Gresik yang menjadi bagian dari transaksi. Nilai tanah tersebut tercatat sebesar Rp65 miliar, padahal berdasarkan harga pasar nilainya berkisar Rp21,25 miliar.
Tanah yang diakusisi itu memiliki bentuk yang tidak ideal untuk kegiatan industri, yakni memanjang sekitar 350 meter dengan lebar hanya 50 meter. Hingga saat ini, lahan tersebut tidak pernah digunakan dan tidak memberikan manfaat apapun bagi perusahaan yang mengakuisisinya.
Menanggapi hal ini, Juru Bicara Koalisi Masyarakat Anti Korupsi (KAMAK), Tomy Kaligis, menyebut bahwa secara bisnis, akuisisi tersebut sangat janggal. Ia menilai bahwa nilai sebesar Rp200 miliar untuk mengakuisisi perusahaan semen kecil yang tidak memiliki potensi pasar maupun aset produktif sama sekali tidak logis. Tomy juga menyoroti kemungkinan adanya rekayasa valuasi modus dalam praktik korupsi korporasi.
Menurutnya, dugaan mark up harga tanah bisa menjadi bagian dari strategi untuk memoles laporan keuangan atau valuasi perusahaan secara artifisial.
"Jika harga tanah didongkrak hanya untuk mengejar nilai valuasi ini bisa menjadi modus umum dalam korupsi korporasi berbasis valuasi," ujarnya.
Langkah Kejati Jatim dinilai Tomy sebagai angin segar bagi penegakan hukum, terutama dalam membongkar kasus-kasus korupsi kelas korporasi yang kerap kali tersembunyi dibalik istilah investasi, akuisisi, dan restrukturisasi bisnis. (*)
Editor : M Fakhrurrozi