SURABAYA - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur mendesak DPR RI segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran karena Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 dinilai tidak relevan dengan perkembangan penyiaran digital.
Ketua KPID Jatim Royin Fauziana menegaskan, lembaga penyiaran kini tidak hanya beroperasi melalui televisi dan radio, tetapi juga merambah ke ranah digital melalui konvergensi media.
Royin menyoroti kesenjangan regulasi antara konten lembaga penyiaran yang wajib mengikuti Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) dengan konten digital yang bisa tayang bebas tanpa pengawasan memadai. Kondisi ini, kata dia, menimbulkan tantangan baru dalam pengawasan siaran di ruang digital.
Baca Juga : KPID Jatim Dorong Pengesahan RUU Penyiaran untuk Atasi Kesenjangan di Ruang Digital
“Negara harus hadir dalam menjaga ekosistem penyiaran. Keberpihakan negara kepada lembaga penyiaran konvensional sangat penting, karena mereka dituntut taat aturan tetapi harus bersaing dengan konten digital yang nyaris tanpa batasan,” ujarnya saat kunjungan kerja Panja Penyiaran Komisi I DPR RI di Ruang Bhinaloka, Kantor Gubernur Jawa Timur, Kamis (26/9).
Koordinator Bidang Kelembagaan KPID Jatim Rosnindar Prio Eko Rahardjo menambahkan pentingnya penguatan peran KPI Daerah dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran.
“Secara kelembagaan ada beberapa poin yang perlu disinkronkan antara pusat dan daerah sehingga RUU Penyiaran sangat penting agar kinerja KPID lebih optimal,” kata Rossi. (*)
Editor : A. Ramadhan