Struktur bola mata manusia mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita yang dikelilingi oleh tulang - tulang kuat, kelopak mata dengan refleks memejam atau mengedip, serta jaringan lemak retrobulbar. Meskipun demikian, mata masih sering mendapatkan trauma dari dunia luar yang dapat mengenai jaringan-jaringan mata seperti: palpebrae, konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan cavum orbita (Ilyas, 2015).
Trauma mata adalah perlukaan/cedera mata yang dapat terjadi dalam bentuk trauma tumpul, trauma tajam, trauma kimia, trauma termis dan trauma radiasi. Trauma mengakibatkan kerusakan pada jaringan mata anterior sampai posterior. Trauma mata merupakan kasus kegawatdaruratan, jika tidak segera ditatalaksana dapat menyebabkan penurunan visus (low vision) hingga kebutaan. Seseorang dinyatakan mengalami penurunan visus jika tajam penglihatan berkisar antara 6/18 sampai 3/60 dan buta jika tajam penglihatan kurang dari 3/60 (Ilyas, 2015). Trauma mata merupakan penyebab kebutaan tersering di dunia setelah katarak, glaukoma, degenerasi makula, retinopati diabetik dan trakoma. Di Indonesia, trauma mata merupakan penyebab kebutaan tersering setelah katarak, glaukoma, kelainan refraksi, gangguan retina dan kelainan kornea (Bourne, 2013).
Trauma mata meliputi 55 juta kasus di seluruh dunia, dimana 1,6 juta kasus trauma mata mengalami kebutaan. 2,3 juta kasus trauma mata mengalami penurunan visus bilateral, dan 19 juta kasus trauma mata mengalami penurunan visus unilateral setiap tahunnya. Trauma mata di Amerika Serikat meliputi 2,4 juta kasus setiap tahunnya dan seperlima di antaranya mengalami kebutaan (Sujatha, 2015). Prevalensi trauma mata di India meliputi 2,4%, dimana 11,4% dari prevalensi tersebut mengalami kebutaan. Trauma mata termasuk permasalahan kesehatan yang sering terjadi di Asia Tenggara (Dhillon et al., 2013).
Berdasarkan jenis kelamin, beberapa penelitian yang menggunakan data dasar rumah sakit maupun data populasi, menunjukkan bahwa laki-laki mempunyai prevalensi lebih tinggi. United States Eye Injury Registry (USEIR) merupakan sumber informasi epidemiologi yang digunakan secara umum di AS. Menurut data dari USEIR, rata-rata umur orang yang terkena trauma okuli perforans adalah 29 tahun, dan laki-laki lebih sering terkena di banding dengan perempuan. Menurut studi epidemiologi international, kebanyakan orang yang terkana trauma okuli perforans adalah laki- laki umur 25 sampai 30 tahun, sering mengkonsumsi alkohol, dan trauma terjadi di rumah (WHO, 2010).
Berat-ringannya trauma mata juga sangat bervariasi tergantung pada bagian mata yang terkena mulai dari abrasi epitel kornea kecil hingga luka penetrasi parah dan rupture dari seluruh bola mata. Untuk evaluasi dan penanganan yang tepat pada trauma mata maka dibutuhkan beberapa pemeriksaan antara lain ketajaman penglihatan, ada tidaknya refleks pupil, tipe trauma, lokasi, penetrasi trauma, tipe kehancuran lensa, keparahan perdarahan vitreous, komposisi benda asing yang masuk ke dalam mata, dan masih banyak lagi.
Katarak traumatika merupakan katarak yang muncul akibat trauma okuli yang dapat berupa trauma tumpul maupun perforans. Di Amerika Serikat terjadi trauma pada mata sebanyak 2,5 juta kasus setiap tahunnya. Menurut National Eye Trauma System Study melaporkan rata-rata usia terjadinya katarak traumatika yaitu usia 28 tahun dari 648 kasus yang berhubungan dengan trauma mata (Graham, 2016). Prevalensi kebutaan di Indonesia berkisar 1,2% dari jumlah penduduk di Indonesia. Dari angka tersebut, persentase kebutaan utamanya adalah yang disebabkan katarak yaitu sekitar 0,7% dan presentasi kebutaan akibat katarak traumatika sebesar 0,3% (Kemenkes, 2014).
Trauma okuli merupakan kedaruratan mutlak di bidang ocular emergency, sehingga diagnosis serta tatalaksana yang cepat dan tepat berperan penting untuk mencegah komplikasi kebutaan salah satunya dikarenakan komplikasi glaukoma dan katarak.
Menurut Organisasi kesehatan dunia diperkiraan insiden trauma okuli berkisar 55 juta dan cedera okuli sekitar 5 hingga 16 % dari total kasus oftalmologi. (Negrel et al,1998) Jumlah kasus lebih tinggi di Asia. Di Singapura insiden trauma okuli yang masuk rumah sakit per tahun berkisar 12,6 per 100.000 populasi.Lebih lanjut , pada populasi perkotaan India , terdapat paling tidak 1 dari 25 populasi yang mengalami trauma okuli.
Menurut studi epidemiologi international, kebanyakan orang yang terkena trauma okuli perforans adalah laki-laki umur 25 sampai 30 tahun (WHO, 2010). Lebih dari 60% insiden terjadi di tempat kerja sebagai akibat dari kecelakaan kerja terkait industri, hanya sebagian kecil kasus yang terjadi di rumah (±30%) atau akibat penyerangan 10%. Maka dapat disimpulkan 60% kejadian terjadi karena ketidaksengajaan / kecelakaan.
Ruptur Bola Mata lebih sering terjadi pada Pria daripada Wanita (Koo et al ,2005). Diantara populasi pria , ruptur bola mata hampir 2 kali sering terjadi pada usia kurang dari 40 tahun daripada usia lebih dari 40 tahun. Pada usia kurang dari 40 tahun kekerasan dan kecelakaan kerja merupakan penyebab paling sering trauma bola mata. Pada populasi usia lebih dari 75 tahun ruptur bola mata lebih sering terjadi pada kasus jatuh (Hughes et al ,2020). Pada kasus ini pasien berusia muda yang mengalami kecelakaan saat memasang paku untuk dudukan kipas angin.
Pada dewasa , kecelakaan ditempat kerja , kekerasan , dan kecelakaan lalu lintas adalah penyebab paling sering. Pada usia lanjut , kasus jatuh di lantai kasus paling umum terjadi pada trauma mata. Etiologi lain dari trauma mata adalah tembakan , cedera olahraga, luka tusuk dan ledakan (Cass et al,2012). Akibat dari trauma benda tumpul dapat mengancam penglihatan. Trauma bola mata dapat terjadi di semua lokasi meridian mata. Karena trauma benda tumpul dapat mengancam penglihatan maka perlu diperlakukan sebagai gawat darurat mata. (*)
Referensi:
- Negrel AD, Thylefors B. The global impact of eye injuries. Ophthalmic Epidemiol 1998; 5: 143–169.
- Koo L, Kapadia MK, Singh RP, Sheridan R, Hatton MP. Gender differences in etiology and outcome of open globe injuries. J Trauma. 2005 Jul;59(1):175-8.
- Hughes E, Fahy G. A 24-month review of globe rupture in a tertiary referral hospital. Ir J Med Sci. 2020 May;189(2):723-726.
- Cass SP. Ocular injuries in sports. Curr Sports Med Rep. 2012 Jan-Feb;11(1):11-5.
- Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2015.
- Sujatha MAR, Nazlin A, Prakash S, Nousheen S. Prevalence of visual impairment after blunt ocular trauma in a tertiary hospital. Int J of Sci Stud. 2015;3(4):36-9.
- Dhillon PK, Jeemon P, Arora NK, Mathur P, Maskey M, Sukirna RD, et al. Status of epidemiology in the WHO South-East Asia Region: burden of disease, determinants of health and epidemiological research, workforce and training capacity. Int J of Epid. 2013;42(1):361.