SURABAYA - Indonesia resmi memiliki platform video pendek karya anak bangsa. Sople, platform video pendek yang dikembangkan dari Indonesia, hadir dengan misi memperkuat ketahanan digital nasional sekaligus membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat.
Marketing Director Social Labs Roys Tanani mengatakan selama ini pasar video pendek global dikuasai platform asing seperti TikTok dari Tiongkok serta Instagram Reels dan YouTube Shorts dari Amerika Serikat.
“Indonesia termasuk lima negara dengan populasi terbesar di dunia, tetapi kita belum punya platform video pendek sendiri. Karena itu, kami membangun Sople, platform video pendek pertama yang lahir dari Indonesia,” kata Roys di Surabaya, Senin (15/12/2025).
Dia mengatakan kehadiran Sople bukan sekadar menjadi alternatif hiburan, melainkan bagian dari upaya membangun kemandirian digital nasional.
“Tujuan kami bukan hanya ketahanan pangan, tetapi juga ketahanan digital. Ke depan Indonesia tidak hanya menjadi konsumen platform asing, tetapi juga penghasil konten dan devisa digital,” ujarnya.
Roys menyebut industri video pendek diproyeksikan tumbuh sangat pesat. Dalam 10 tahun ke depan, nilainya diperkirakan meningkat hingga 10 kali lipat.
“Semua profesi sekarang bisa menjadi content creator, termasuk jurnalis, pendidik, hingga pelaku UMKM, bahkan penjualan sekarang hampir semuanya menggunakan video dan live shopping,” jelasnya.
Berbeda dengan platform global, Sople menawarkan skema monetisasi yang lebih ramah bagi kreator pemula. Kreator sudah bisa memperoleh pendapatan sejak 1.000 view pertama.
“Di Sople, 1.000 view pertama sudah dibayar Rp15 ribu. Kalau tembus 3 juta view, kreator bisa mendapatkan sekitar Rp45 juta. Ini untuk membantu kreator bertahan di masa awal,” ungkap Roys.
Dia menjelaskan selama ini kreator di banyak platform membutuhkan waktu 18 hingga 26 bulan sebelum bisa menghasilkan uang, proses yang dinilai sangat berat bagi pemula.
Sople juga mengembangkan algoritma sendiri yang memungkinkan konten bertemu langsung dengan audiens yang relevan, termasuk potensi mitra bisnis.
“Misalnya, kreator konten kuliner, bukan hanya penonton yang kami cari, tetapi juga restoran atau pelaku usaha yang membutuhkan ide menu. Ini yang kami sebut marketing funnel,” katanya.
Selain monetisasi, Sople juga menekankan konten positif dan edukatif dengan nuansa Indonesia. Platform ini membatasi durasi video minimal 1 menit agar bisa dimonetisasi.
“Kami ingin menghadirkan konten yang mendidik dan bermoral. Guru bisa mengajar lewat video, murid mendapat ilmu, kreator mendapat penghasilan. Ini ekosistem yang ingin kami bangun,” ujarnya.
Roys menambahkan Sople dilengkapi sistem penyaring berbasis AI untuk memastikan konten mematuhi aturan pemerintah dan menghormati hak cipta.
“Konten boleh langsung diunggah, tetapi kami bisa menurunkan jika melanggar aturan. Hak cipta wajib dihormati, sumber konten harus jelas,” tuturnya.
Melalui Social Labs sebagai marketing arm, Sople menargetkan peningkatan jumlah pelaku digital di Indonesia yang saat ini masih di bawah 1 persen dari total pengguna platform video.
“Kami ingin masyarakat Indonesia tidak hanya jadi penonton, tetapi pelaku ekonomi digital. Harapannya, Sople bisa tumbuh menjadi unicorn Indonesia,” pungkas Roys. (*)
Editor : M Fakhrurrozi




















