SIDOARJO - Kejaksaan Negeri Sidoarjo menetapkan empat mantan Kepala Dinas Perumahan, Permukiman, Cipta Karya dan Tata Ruang (P2CKTR) Kabupaten Sidoarjo sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan Rusunawa Tambaksawah. Keempatnya diduga terlibat dalam praktik penyimpangan yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 9,7 miliar.
Empat tersangka tersebut adalah Sulaksono, Dwijo Prawito, Agoes Boedi Tjahjono, dan Heri Soesanto. Mereka menjabat sebagai kepala dinas di periode yang berbeda antara tahun 2007 hingga 2022. Sulaksono bahkan menjabat dua kali, yakni pada periode 2007–2012 dan 2017–2021.
diantara empat orang yang dijadikan tersangka,dua orang masih aktif menjabat di lingkungan pemkab sidoarjo.dwijo prawiro saat ini menjabat kepala dinas perikanan sidoarjo, sementara heri susanto menjabat kepala badan perencanaan pendapatan daerah sidoarjo.
Dua dari empat tersangka, yakni Sulaksono dan Dwijo Prawito, langsung ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa malam (22/7/2025). Sementara Agoes Boedi Tjahjono dan Heri Soesanto belum dilakukan penahanan fisik karena alasan kesehatan dan saat ini menjalani perawatan di rumah sakit. Keduanya ditetapkan sebagai tahanan kota.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasipidsus) Kejari Sidoarjo, Jhon Franky Yanafia Ariandi, menjelaskan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah ditemukan bukti kuat atas dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan aset daerah berupa rumah susun sewa.
“Kami menetapkan adanya tersangka baru dalam kegiatan perizinan kami atas dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan Rusunawa Tambaksawah periode 2008 sampai 2022. Adapun tersangka yang kami tetapkan hari ini ada empat orang dalam kapasitasnya sebagai pengguna barang, yakni Kepala Satker atau Kepala Dinas. Tentunya mantan kepala dinas ya, seluruhnya ya,” ungkap Franky.
Ia menambahkan bahwa para tersangka tidak melaksanakan fungsinya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan barang milik daerah.
“Yang bersangkutan tidak melaksanakan fungsinya dalam melakukan pengelolaan barang milik daerah, yaitu melakukan fungsi pembinaan, pengawasan, dan pengendalian. Di sini jelas, kita tahu dari fakta persidangan bahwa tidak ada fungsi pengawasan yang dilakukan oleh pengguna barang, sehingga mengakibatkan bocornya pendapatan daerah,” tegasnya.
Franky merujuk pada Permendagri Nomor 152 Tahun 2004 dan Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 sebagai dasar pengelolaan aset daerah yang dilanggar oleh para tersangka. Akibat kelalaian tersebut, pendapatan dari sewa rusunawa tidak dikelola sesuai aturan dan tidak sepenuhnya disetorkan ke kas daerah.
“Pengelolaan Rusunawa ini tidak sesuai dengan ketentuan, baik perjanjian kerja sama maupun peraturan perundang-undangan. Kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 9,7 miliar sejak tahun 2008 sampai 2022,” tambahnya.
Atas perbuatannya, keempat tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 18 tentang pengembalian kerugian negara.
Franky menambahkan, bahwa penetapan tersangka ini merupakan hasil pengembangan dari penyidikan sebelumnya. Beberapa pihak, termasuk pengelola rusunawa dan perangkat desa, telah lebih dulu diperiksa dan disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya.
Kejaksaan menegaskan akan terus mengusut tuntas perkara ini untuk memulihkan kerugian negara dan menegakkan keadilan. (*)
Editor : A. Ramadhan