JAKARTA - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menyebut bahwa 2024 menjadi tahun terpanas yang dialami secara global
Tahun 2024 telah menjadi yang terpanas dalam sejarah pencatatan instrumental dengan suhu-suhu rata-rata global mencapai 1,55 derajat celcius di atas tingkat praindustri.
Angka tersebut telah melampaui Perjanjian Paris yang telah disepakati untuk mencegah krisik iklim. Dwikorita Karnawati mengungkapkan bahwa hal ini menunjukkan perubahan iklim yang nyata.
"Ini bukan hanya soal cuaca panas. Ini adalah tanda bahwa kita sedang bergerak menuju titik kritis yang bisa mengancam keberlangsungan hidup manusia," kata Dwikorita Karnawati.
Baca Juga : Terdampak Efisiensi Anggaran, BMKG Tegaskan Tetap Beri Pelayanan Maksimal
Kepala BMKG menjelaskan bahwa perubahan suhu saat ini jauh lebih cepat dibandingkan masa-masa terdahulu yang menyebabkan kepunahan banyak spesies.
Dwikorita mengungkapkan bahwa ini menjadi penanda yang serius terkaitnya makin cepatnya perubahan iklim. Perubahan suhu yang ekstrem ini berpotensi membawa dampak besar terhadap banyak hal.
Berdasarkan data observasi BMKG, tren peningkatan suhu ini terus berlanjut sejak 1981. Tercatat suhu rata-rata nasional tertinggi sebesar 27,52 derajat celcius terjadi pada 2024.
Baca Juga : BMKG: Waspadai Gelombang Tinggi di Perairan Indonesia pada 7–10 Mei
Lebih lanjut, Dwikorita menilai bahwa kondisi tersebut tidak sekadar anomali. Namun, juga menjadi bukti perubahan iklim yang bisa berdampak secara langsung pada sektor-sektor penting, termasuk kesehatan publik.
Maka dari itu, BMKG bekerja sama dengan sejumlah pihak terkati. Mulai dari sektor kesehatan, lintas kementerian, akademisi, lembaga, hingga komunitas untuk memperkuat sistem peringatan terkait cuaca.
Menurutnya, kolaborasi merupakan langkah utama yang bisa dilakukan untuk memberikan informasi terkait bagaimana perubahan cuaca terjadi agar dapat sampai dengan baik ke masyarakat.
Baca Juga : Cuaca Jawa Timur Cerah Berawan Pagi hingga Siang, Potensi Hujan Ringan Terjadi pada Sore Hari
"Dengan teknologi saat ini, BMKG bisa memprediksi musim hingga enam bulan ke depan dengan akurasi 85 persen. Dengan bantuan AI, prediksi ini bisa lebih akurat dan presisi, hingga skala kota, kabupaten atau bahkan satu desar," tutur Dwikorita.
"Kita sedang berpacu dengan waktu. Semakin cepat kita bertindak, semakin besar peluang kita menyelamatkan masyarakat dari dampak paling buruk perubahan iklim. Kolaborasi adalah satu-satunya jalan," imbuhnya lagi.
Editor : Khasan Rochmad