Melihat bagaimana kondisi politik negeri ini, rasa-rasanya tidak ada buku yang lebih tepat untuk dibaca selain buku Animal Farm karya George Orwell.
Pejabat asbun (asal bunyi), kebijakan kacau, kasus korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, semuanya sangat sesuai dengan apa yang digambarkan dan diceritakan oleh buku ini.
Hanya saja, Animal Farm menceritakan berbagai intrik politik tadi dalam sudut pandang hewan. Apabila seekor hewan mabuk dengan kekuasaan, begitulah jadinya.
Para hewan dalam peternakan manor awalnya hidup dengan sederhana, selayaknya peternakan pada umumnya. Peternakan itu dimiliki oleh Pak Jones beserta keluarganya yang tinggal di sana.
Baca Juga : The Art of War Karya Sun Tzu: Buku Strategi Perang yang Menginspirasi Para Pemimpin Terkenal Dunia
Pada suatu hari, seekor babi tua yang dipanggil sebagai Major menyeru dan mengumpulkan semua binatang pada malam hari. Ini dilakukan ketika Pak Jones dan keluarganya tertidur.
Major memberitahukan mimpinya, bahwa nantinya akan ada suatu masa di mana hewan-hewan menjadi makhluk yang merdeka dan bebas dari penjajahan makhluk berkaki dua (manusia).
Mendengar hal itu, semua hewan menjadi gembira dan bersemangat. Mereka juga sudah lelah bekerja seharian dibawah penjajahan Pak Jones.
Major juga menegaskan bahwa para binatang selama ini tidak bisa menikmati kerja kerasnya sendiri, karena manusia telah mencurinya dari mereka.
Telur ayam diambil untuk dijual, susu sapi diperah untuk dikonsumsi, tenaga kuda dipaksa untuk keperluan peternakan, bulu domba dicukur untuk keperluan tekstil, dan berbagai “penyiksaan” lainnya yang membuat para binatang semakin muak dengan manusia.
Sejak saat itu, semua hewan sepakat untuk memerangi dan memusuhi manusia. Ditambah lagi, mereka mengenal sebuah lagu yang berjudul “Binatang Inggris” yang merupakan simbol perlawanan para hewan.
Baca Juga : Perlu Buku Bacaan Ringan? Warrior of The Light A Manual Karya Paulo Coelho Bisa Jadi Pilihan
Euforia itu tidak berlangsung lama sebab si babi tua, Major, meninggal dunia beberapa hari setelahnya. Para hewan di peternakan manor bersedih atas kepergian Major, sosok bijak yang mampu membangkitkan semangat dan menginspirasi para hewan untuk memberontak.
Semangat perjuangan tetap diteruskan melalui berbagai kegiatan rahasia dan pidato-pidato yang membuat semangat tetap menyala.
Di tengah masa-masa itu, muncullah tiga ekor babi yang tampil bersinar. Mereka bertiga adalah Snowball, Napoleon, dan Squaeler.
Baca Juga : Menggali Rahasia Para Filsuf dalam Memperoleh Ketenangan Batin melalui Buku The Art of Stoicism
Buku ini menceritakan bahwa hewan mampu “berkomunikasi” dengan manusia dan memiliki “tingkat kecerdasan”.
Dari semua hewan yang ada di peternakan manor, hanya kaum babi-lah yang memiliki “tingkat kecerdasan” yang tertinggi. Secara alamiah, tugas memimpin, mengorganisasi, dan mengajar semuanya dipegang oleh para babi.
Namun, di antara ketiganya, Napoleon dan Snowball-lah yang paling mencolok. Squaeler sendiri hanya bertindak sebagai “penyampai pesan” kepada para binatang di peternakan manor.
Baca Juga : Mengenal Siasat Cerdas untuk Memengaruhi Orang Lain: Bedah Buku Karya Mochtar Prakoso & Harfi Muthia Rahmi
Dengan menggabungkan semua ajaran dan prinsip yang telah diberikan Major, prinsip ideologi “Binatangisme” kemudian lahir.
Semua hewan di peternakan tersebut akhrinya dikumpulkan menjadi satu dan ketiga babi itu menjelaskan bagaimana prinsip-prinsip dasar dari “Binatangisme”, semua yang berhubungan dengan manusia harus dimusnahkan dan mereka menganggap semua hewan setara.
Akhirnya hari itu tiba, pemberontakan terhadap manusia dimulai. Para hewan di peternakan manor tampaknya sudah mengetahui posisinya masing-masing walaupun tanpa ada perencanaan strategi sebelumnya.
Setelah berhasil mengusir Pak Jones, keluarganya, dan karyawannya, para binatang akhirnya mendeklarasikan diri sebagai “binatang yang merdeka” dan bebas dari penjajahan manusia.
Sesegera mungkin para binatang dikumpulkan untuk membahas lebih lanjut tentang apa yang dilakukan pascapemberontakan. Pemberontakan hari itu akhirnya diingat dan dikenang sebagai “Pemberontakan Kandang Sapi”.
Setelah peristiwa besar tersebut, peternakan manor berubah nama menjadi peternakan binatang dan semua binatang yang hidup didalamnya merasakan “kemerdekaan” yang mereka idam-idamkan sebelumnya.
Sistem pemerintahan telah terbentuk dan para babi mulai memimpin dan mengatur semuanya dengan baik.
Namun, semakin lama para babi berkuasa, mereka semakin mabuk, mereka semakin lupa, dan mereka semakin terlihat kejam.
Perlahan-lahan prinsip-prinsip dasar Binatangisme dilupakan dan mereka malah membentuk “oligarki kecil” yang menguntungkan diri mereka sendiri dan mereka yang dekat dengan kekuasaan.
Mereka juga rela berhubungan bisnis dengan manusia demi bisa memenuhi hasrat mereka dalam berkuasa dan membersihkan nama mereka dihadapan rakyat binatang.
Salah satu quotes yang terkenal dari buku ini adalah,“Semua binatang setara, tetapi beberapa binatang lebih setara daripada yang lainnya”
Kalimat ini adalah bentuk nyata dari betapa berbahayanya kekuasaan jika dipegang terlalu lama. Para babi sudah menguasai peternakan binatang sejak pasca pemberontakan, bahkan sebelum pemberontakan.
Para babi inilah yang menciptakan prinsip dasar dari “Binatangisme”. Merekalah yang membuat dan pada akhirnya mereka juga yang mengkhianatinya.
Sama halnya dengan manusia. Banyak sekali kasus korupsi yang terdengar di telinga, kebijakan-kebijakan yang menyiksa rakyat, dan hal-hal buruk lainnya yang membuat rakyat semakin tidak percaya pada pemerintah.
Bedanya adalah, dalam buku Animal Farm para binatang tidak cukup cerdas untuk melawan para babi yang bertindak sebagai penguasa yang arogan. Sementara, kita manusia memiliki akal dan kemampuan nalar yang jauh melebihi para hewan tersebut.
Dengan kemampuan tersebut, manusia dapat berpikir kritis dan menyadari bahwa keadaan di negaranya sedang tidak baik-baik saja.
Indonesia sebenarnya adalah negara yang kaya, bahkan bisa dibilang sangat kaya. Namun sayangnya, negara ini malah dipimpin oleh para pejabat busuk yang hanya memikirkan urusan perutnya sendiri.
Editor : Khasan Rochmad