SURABAYA - Pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas Pendidikan (Dispendik) mencanangkan program ‘Kamis Mlipis’, yang mewajibkan seluruh sekolah di Surabaya menggunakan Bahasa Jawa setiap hari Kamis. Program ini menjadi bagian dari upaya revitalisasi Bahasa Jawa, khususnya Krama Inggil, di lingkungan pendidikan.
Kebijakan ini diperkuat dengan Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 17 Tahun 2025 yang menetapkan Bahasa Jawa sebagai mata pelajaran muatan lokal wajib di semua jenjang pendidikan, mulai TK hingga SMP.
“Kami sangat siap mendukung revitalisasi ini. Bahasa Jawa telah ditetapkan sebagai pelajaran wajib, dan Krama Inggil akan menjadi bagian tak terpisahkan dari modul ajar kami. Ini adalah langkah konkret untuk membiasakan siswa dan seluruh warga sekolah berkomunikasi dalam Bahasa Jawa, sehingga tidak hanya teori tapi juga praktik,” ujar Kepala Dispendik Surabaya, Yusuf Masruh, Rabu (2/7/2025).
Yusuf menjelaskan, Krama Inggil akan diintegrasikan langsung dalam Modul Ajar Bahasa Jawa. Materi ajar tersebut akan disesuaikan dengan karakteristik Bahasa Jawa khas Surabaya. Misalnya, saat mendongeng, siswa diperbolehkan menggunakan logat lokal seperti kata “rek” atau “koen” agar terasa lebih akrab dan mudah dipahami.
Dispendik juga memastikan semua sekolah mendapat pendampingan dan stimulus yang sama dalam pelaksanaan program ini. Dukungan dari berbagai pihak turut memperkuat gerakan ini. Balai Bahasa Jawa Timur telah melakukan audiensi khusus dengan Dispendik Surabaya dan MGMP Bahasa Jawa, yang kemudian dilanjutkan dengan rapat koordinasi bersama perwakilan dari Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, dan Kabupaten Sidoarjo.
Pertemuan tersebut menghasilkan penandatanganan komitmen dukungan terhadap revitalisasi Bahasa Jawa yang disaksikan langsung oleh Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra.
Untuk memperkuat implementasi, Dispendik menjadikan revitalisasi Bahasa Jawa sebagai program prioritas dalam kegiatan lomba antar sekolah. Rencananya akan digelar berbagai kompetisi seperti menulis cerpen, komedi tunggal, pidato, mendongeng, puisi, menembang, hingga menulis aksara Jawa.
Selain itu, MGMP Bahasa Jawa Kota Surabaya juga ditugaskan menyusun modul ajar revitalisasi lengkap dengan Surat Perintah Tugas resmi.
Dispendik juga membentuk tim khusus yang terdiri dari 24 guru, yakni 12 guru SD dan 12 guru SMP, yang akan menjadi ujung tombak sosialisasi ke seluruh wilayah. Tim ini juga dilibatkan dalam penyusunan modul bersama Balai Bahasa Jawa Timur dan tim dari UNESA, Gresik, Sidoarjo, serta Surabaya. Modul tersebut kini sedang dalam tahap kurasi dan akan menjadi panduan utama pengajaran.
Mekanisme evaluasi program akan dilakukan oleh Balai Bahasa melalui pendampingan dan jurnal kerja. Mereka juga akan membentuk grup koordinasi untuk memantau pelaksanaan dan pengumpulan hasil modul.
Meski belum ada uji coba menyeluruh, Dispendik menyiapkan pelatihan khusus bagi guru yang akan menjadi trainer dalam penggunaan modul. Pelatihan ini akan disebarluaskan oleh tim penyusun ke sekolah-sekolah lainnya.
“Dengan persiapan yang komprehensif ini, Dispendik Surabaya yakin Bahasa Jawa Krama Inggil akan semakin hidup dan lestari di kalangan generasi muda Surabaya,” pungkas Yusuf. (*)
Editor : A. Ramadhan