SURABAYA - Komisi XIII DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil Kemenkum) Jawa Timur, Sabtu (26/4/2025), untuk mendengar masukan terkait pembahasan perubahan kedua Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Kegiatan ini berlangsung di Aula Raden Wijaya, Kanwil Kemenkum Jatim.
Sebanyak sembilan anggota Komisi XIII DPR RI hadir langsung dalam kegiatan ini. Mereka adalah H. Sugiat Santoso, Marinus Gea, Umbu Kabunang Rudi Yanto Hunga, Anwar Sadad, Ali Mazi, M. Shadiq Pasadigoe, H.A. Iman Sukri, Meity Rahmatia, dan Edison Sitorus.
Turut hadir pula Pimpinan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Sri Suparyati dan Sri Muherwati, Kepala Kanwil Kemenkum Jatim Haris Sukamto, Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukim Titik Setiawati, perwakilan dari Kanwil Dirjen Imigrasi, Kanwil Dirjen Pemasyarakatan, dan Kanwil Dirjen HAM wilayah Jawa Timur, serta mitra kerja LPSK di Jawa Timur, baik secara luring maupun daring.
Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Sugiat Santoso menyampaikan pentingnya revisi UU Perlindungan Saksi dan Korban untuk memperkuat jaminan perlindungan hukum.
"Perlindungan terhadap saksi dan korban tidak hanya penting untuk menegakkan keadilan, tetapi juga untuk menjaga keberlanjutan sistem peradilan pidana nasional," ujarnya.
Sugiat menegaskan bahwa Komisi XIII membuka ruang seluas-luasnya untuk menerima masukan dari semua pemangku kepentingan dalam penyusunan RUU tersebut.
Dalam forum dialog, Kepala Kanwil Kemenkum Jatim, Haris Sukamto, menyampaikan beberapa usulan strategis. Ia menekankan pentingnya pembentukan Kantor Perwakilan LPSK di daerah untuk memperluas jangkauan perlindungan, terutama di wilayah terpencil.
Haris juga mengusulkan agar undang-undang yang direvisi mengatur perlindungan khusus bagi petugas pelindung LPSK yang berisiko tinggi dalam menjalankan tugasnya. Selain itu, ia mendorong penguatan koordinasi antara LPSK, aparat penegak hukum, dan pemerintah daerah dalam menyediakan layanan medis, psikologis, serta kompensasi bagi korban kejahatan.
Masukan lainnya adalah perlunya mekanisme yang memungkinkan LPSK memberi perlindungan tanpa permohonan resmi dalam situasi darurat. Haris juga mendorong pengaturan yang lebih jelas tentang dana bantuan korban agar pemulihan dan kompensasi dapat berjalan efektif.
Tak hanya itu, Kanwil Kemenkum Jatim mengusulkan agar perlindungan diperluas untuk subjek baru seperti whistleblower dan undercover agent, serta memperluas cakupan tindak pidana, termasuk kejahatan berbasis gender dan lingkungan hidup.
Melalui kunjungan ini, diharapkan masukan dari berbagai pihak di Jawa Timur dapat memperkaya substansi perubahan UU Perlindungan Saksi dan Korban, sehingga perlindungan hukum semakin efektif dan merata di seluruh Indonesia. (*)
Editor : A. Ramadhan