KOTA MALANG - Kebijakan kenaikan pajak dalam Perda PDRD Nomor 1 Tahun 2025 disambut perlawanan sengit dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Kota Malang. Mereka menuding kebijakan ini tidak pro-rakyat dan diambil tanpa melihat kondisi riil ekonomi masyarakat.
Ketua Fraksi PKB, Saniman Wafi, menyatakan sikap fraksinya telah bulat sejak awal: MENOLAK. Dua poin yang paling mereka tentang adalah kenaikan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk makanan dan minuman menjadi Rp15 juta, serta penerapan single tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) P2 sebesar 0,2%da.
“Aturan yang lama saja belum berjalan maksimal, masa sudah mau dinaikkan? Ini bukan solusi, ini beban baru bagi masyarakat,” tegas Saniman dengan nada prihatin.
Baca Juga : Rapat Paripurna Pemkab dan DPRD Banyuwangi Pastikan Tidak Ada Kenaikan Tarif PBB
Yang membuat mereka geram, Fraksi PKB merasa dikunci dari proses evaluasi. Delegasi mereka di Panitia Khusus (Pansus) mengaku tidak pernah mendapat penjelasan detail soal hasil evaluasi dari Biro Hukum Provinsi Jawa Timur.
“Kami bahkan tidak tahu apakah pendapat dan penolakan kami dianggap atau tidak. Yang terjadi, Perda ini dipaksakan untuk disahkan dan diundangkan begitu saja. Sangat memprihatinkan,” ungkapnya.
Tak hanya menolak, PKB juga melayangkan tiga tuntutan konkret kepada Pemerintah Kota Malang:
Baca Juga : Gubernur Khofifah Instruksikan Kabupaten/Kota Lakukan Relaksasi Kenaikan PBB-P2
1. Konsisten menolak seluruh kebijakan kenaikan pajak, khususnya PBJT makanan-minuman dan PBB P2.
2. Mendesak revisi Perda atau setidaknya terbitkan Peraturan Wali Kota (Perwal) yang menjamin tidak ada kenaikan pajak yang mencekik leher rakyat.
3. Mendorong kreativitas eksekutif untuk mencari sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) baru, bukan sekadar menaikkan tarif pajak.
Baca Juga : PBB Surabaya Tak Naik, Wali Kota Eri Minta Pemilik Hotel dan Restoran Jujur Bayar Pajak
Sebelumnya, dalam rapat Pansus, PKB bahkan sudah mengusulkan agar ada stimulus wajib bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk meringankan beban PBB, sayangnya usul ini tidak digubris.
Saniman menekankan, peningkatan PAD tidak boleh identik dengan memeras kantong rakyat. Pemerintah Kota Malang dinilainya harus jeli membidik potensi sektor lain dan menutup celah kebocoran pajak yang selama ini terjadi.
“Jangan hanya fokus pada PBJT atau PBB. Buka mata, lihat peluang lain, pemerintah harus jeli melihat dan mencari kebocoran anggaran dan potensi PAD yang terlewat,” pungkas Saniman.
Dengan sikap tegas ini, bola kini ada di pihak eksekutif. Akankah kebijakan pajak ini terus dipaksakan, atau ada ruang dialog untuk meringankan beban warga Malang? (Lee)
Editor : JTV Malang