SURABAYA - Sebuah bangunan bergaya kolonial Belanda di Jalan Raya Darmo 30, Surabaya, yang terletak di sudut persimpangan dengan Jalan WR Supratman, telah dibongkar hingga rata dengan tanah. Dilansir dari Rajapatni.com, bangunan ini berada di kawasan yang diketahui sebagai situs cagar budaya.
“Itu jalan Raya Darmo 30,” kata seorang sekuriti Bank CIMB Niaga, Jalan Darmo 26, yang letaknya hanya beberapa meter dari lokasi bangunan yang telah dibongkar.
Menariknya, dinding luar Bank CIMB Niaga Darmo sendiri tertempel plakat penanda Cagar Budaya, dengan nomor SK Wali Kota Surabaya No: 188.45/231/436.1.2/2015. Dalam keterangan plakat itu disebutkan bahwa bangunan tersebut adalah bekas rumah orang Belanda yang dibangun sekitar tahun 1920 dan terakhir dihuni oleh dr. Nawir. Arsitekturnya mengusung gaya modern yang dipengaruhi aliran Amsterdam School.
Di kawasan yang sama, masih ada bangunan kolonial lain yang tetap berdiri dan juga memiliki plakat cagar budaya. Salah satunya terdaftar dalam SK Wali Kota Surabaya No. 188-145/004/402.1.04/2008 dengan nomor registrasi 027/2008 sebagai bagian dari Situs Cagar Budaya Perumahan Darmo.
Hilangnya bangunan di Jalan Raya Darmo 30 ini memunculkan pertanyaan besar. Padahal letaknya sangat strategis dan terbuka di depan mata. Area tersebut kini telah tertutup pagar seng. Tidak terlihat lagi bekas bangunan, bahkan puing-puingnya pun tidak tersisa.
“Masyarakat berhak ikut mengawasi, karena ini masuk kawasan Cagar Budaya,” kata Nanang Purwono, pemerhati sejarah, yang merasa kecolongan karena pengawasan tampaknya longgar.
Menurut Nanang, hilangnya bangunan bersejarah itu pertama kali dilaporkan oleh tokoh penggerak budaya Surabaya, A Hermas Thony.
Ia menyampaikan bahwa ada sebuah rumah di pojokan Jalan WR Supratman dan Raya Darmo yang telah dibongkar, padahal lokasi tersebut termasuk dalam kawasan Cagar Budaya.
Tim kemudian menelusuri lokasi dan membenarkan bahwa kawasan ini merupakan bagian dari Situs Cagar Budaya Perumahan Darmo. Bangunan di kawasan ini umumnya memiliki ciri khas arsitektur kolonial Belanda modern. Salah satu cirinya adalah penggunaan dormer, yaitu jendela atau ventilasi yang menonjol dari atap berbentuk limas. Gaya ini merupakan perpaduan desain Eropa dan unsur lokal.
Kawasan Darmo sendiri dikenal sebagai perumahan elit kaum Eropa pertama di Surabaya pada awal abad ke-20. Karena nilai sejarah dan arsitekturnya, bangunan-bangunan di kawasan ini seharusnya dilestarikan dan dilindungi dari pembongkaran ilegal.
Pembiaran terhadap pembongkaran ini bisa menjadi preseden buruk. Apalagi jika nantinya di atas lahan tersebut dibangun gedung yang tidak serasi dengan lingkungan sekitar.
“Awas kecolongan,” tukas Nanang, mengingatkan agar semua pihak lebih serius menjaga warisan sejarah kota.(*)
Editor : A. Ramadhan