SURABAYA - Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) bersama Pengurus Besar Ju-jitsu Indonesia (PBJI) Kota Surabaya menggelar Kejuaraan Ju-jitsu Piala KONI Kota Surabaya 2025 pada Sabtu–Minggu, 20–21 Desember 2025, di Graha Hasta Brata universitas PGRI Adi Buana Surabaya.
Ajang ini diikuti sekitar 560 atlet dari berbagai perguruan, mempertandingkan dua kategori utama yakni fighting dan newaza.
Kejuaraan ini menjadi momentum penting kebangkitan prestasi ju-jitsu Surabaya sekaligus wadah penjaringan atlet potensial dari level junior hingga senior, sebagai bagian dari persiapan jangka panjang menuju Porprov Jawa Timur 2027, di mana Surabaya menjadi salah satu tuan rumah.
Ketua PBJI Provinsi Jawa Timur, Eko Wahyu Surcahyo, menyebut Piala KONI Surabaya sebagai terobosan baru yang lahir dari respons progresif KONI Kota Surabaya dalam mengisi agenda olahraga akhir tahun secara positif.
“Surabaya membuat gebrakan baru. Piala KONI ini merupakan respons dan gerakan revolusioner dari Ketua Umum KONI Kota Surabaya, agar di akhir tahun ada kegiatan yang arahnya positif. Kebetulan ini sejalan dengan agenda Kota Surabaya untuk mendapatkan bibit atlet dari junior sampai senior,” ujar Eko.
PBJI Jawa Timur, lanjut Eko, memberikan dukungan penuh dan rekomendasi agar kejuaraan ini bisa berjalan lancar dan berkelanjutan.
“Kami dari Jawa Timur sangat mengapresiasi dan mendukung penuh. Ini langkah penting untuk melahirkan atlet-atlet berprestasi ke depan,” tegasnya.
Eko juga menyinggung evaluasi prestasi Surabaya yang dinilai belum optimal dalam beberapa event sebelumnya, meski memiliki potensi atlet yang besar.
“Surabaya ini gudangnya atlet. Tapi kenapa kemarin prestasinya kurang? Ini yang perlu dievaluasi, apakah sistem kepengurusannya, rekrutmennya, atau kurangnya ruang bertanding. Dengan event seperti ini, saya yakin Surabaya akan bangkit,” katanya.
Ia menambahkan, PBJI Jawa Timur menargetkan penjaringan atlet unggulan untuk dibina melalui Pusat Latihan Daerah (Puslatda) sebagai persiapan menuju PON Beladiri, hingga harapan jangka panjang menembus PON Olimpik 2028.
“Kami ingin keterbukaan dan memberi kesempatan seluas-luasnya kepada atlet untuk bertanding. Karena rekam jejak prestasi itu lahir dari jam terbang. Tanpa sering bertanding, atlet akan minim pengalaman,” jelas Eko.
Untuk kejuaraan ini, PBJI mengusulkan hingga 13 kelas pertandingan, dengan target ke depan bisa berkembang menjadi 20 medali, agar seluruh potensi atlet bisa tertampung dan tidak berpindah ke daerah lain.

Sementara itu, Ketua Panitia Kejuaraan sekaligus Ketua PBJI Kota Surabaya, Tjahja HW, menegaskan bahwa ajang ini merupakan langkah awal pembenahan serius prestasi ju-jitsu Surabaya.
“Kami dari Surabaya ingin berbenah. Kami ingin menjaring bibit-bibit atlet, lalu dibina secara berkelanjutan. Surabaya ini iri dengan Jawa Timur yang sudah juara umum PON Beladiri dan punya atlet sampai SEA Games, sementara kontribusi Surabaya ke Puslatda masih minim,” ujarnya.
Tjahja menambahkan, dari sekitar 560 atlet yang bertanding, hari pertama difokuskan pada nomor fighting, sementara hari kedua mempertandingkan newaza dengan sekitar 86 atlet.
“Jumlah atletnya besar, secara kuantitas luar biasa. Tinggal bagaimana ke depan penanganannya kita sempurnakan agar kualitasnya juga meningkat,” tegasnya.
Dukungan politik dan moral juga datang dari Dewan Penasihat PBJI Kota Surabaya yang juga Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko. Ia menilai kejuaraan ini sebagai momentum persatuan lintas perguruan menjelang Porprov 2027.
“Ini bukan event satu perguruan, tapi multi perguruan. Momentum yang sangat bagus agar semua perguruan ju-jitsu di Surabaya bersatu. Karena ke depan kita punya gawe besar, Porprov Jawa Timur 2027,” kata Yona yang akrab disapa Cak Yebe.
Ia menegaskan komitmen DPRD dan Pemerintah Kota Surabaya untuk terus mendorong pembinaan ju-jitsu sebagai salah satu cabang olahraga andalan.
“Kami mendorong sepenuhnya event-event seperti ini, termasuk Dispora Cup Januari nanti. Ini pemanasan menuju 2027. Goal-nya Surabaya harus bisa,” tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Cak Yebe juga memberikan dukungan dana Rp10 juta untuk para pelatih dan Rp10 juta untuk atlet juara sebagai bentuk motivasi.
“Semoga ini menjadi motivasi, bukan karena nilainya. Menang kalah itu biasa. Musuh paling berat adalah diri sendiri. Kalau bisa mengalahkan diri sendiri, insya Allah kalian juara sejati,” pungkasnya. (*)
Editor : M Fakhrurrozi




















