MAKKAH - Seiring meningkatnya jumlah jemaah haji Indonesia yang tiba di Makkah, kebutuhan konsumsi menjadi salah satu aspek layanan yang paling krusial. Hingga Rabu (14/5) pukul 10.40 waktu Arab Saudi (WAS), tercatat 24.465 jemaah dari 63 kelompok terbang (kloter) telah tiba dari Makkah. Angka ini akan terus bertambah hingga 26 Mei mendatang.
Untuk memenuhi kebutuhan makan para jemaah, Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi telah menyiapkan 55 dapur katering yang tersebar di Makkah. Setiap dapur mampu memproduksi 3.500 hingga 5.000 porsi makanan per hari, lengkap dengan menu khas Nusantara yang telah disesuaikan dengan standar gizi, higienitas, dan kesehatan.
Salah satu dapur tersebut adalah Ragheeb, yang berlokasi di kawasan Shauqiah, Makkah. Di dapur ini, proses memasak dilakukan secara sistematis dan profesional, mulai dari penataan bahan, pengolahan, hingga pengemasan. Semua kegiatan diawasi ketat oleh tim tenaga ahli yang ditugaskan secara khusus.
“Setiap 11 dapur diawasi satu tenaga ahli. Total ada lima tenaga ahli di Makkah dan dua di Madinah,” ungkap Agung Ilham, konsultan tenaga ahli konsumsi PPIH Arab Saudi.
Baca Juga : Menu Nusantara Cita Rasa Indonesia, Suguhan Bergizi Selama Perjalanan Haji
Untuk menjaga cita rasa Nusantara, seluruh bumbu dapur dan bahan pokok makanan diimpor langsung dari Indonesia, termasuk bumbu dalam bentuk pasta produksi dalam negeri. Gudang di Makkah menyimpan bumbu rendang, gulai, sambal, dan lainnya dalam jumlah besar.
“Dengan penggunaan bumbu standar dari Indonesia, rasa antar dapur bisa seragam dan tetap mengingatkan jemaah pada masakan rumah,” tambah Agung.
Selain itu, juru masak di setiap dapur sebagian besar merupakan tenaga kerja Indonesia. Dapur Ragheeb, misalnya, memiliki enam koki asal Tanah Air yang sudah berpengalaman dalam memasak dalam skala besar.
Distribusi Makanan Pakai Hotbox
Setelah dimasak, makanan akan dikemas dan disimpan dalam hotbox berstandar industri katering internasional. Perangkat ini memastikan makanan tetap hangat dan layak konsumsi hingga sampai di tangan jemaah.
“Makanan didistribusikan sekitar pukul 16.00 WAS, dan sampai di hotel jemaah pukul 18.00. Jemaah disarankan mengonsumsi makanan paling lambat pukul 21.00,” terang Agung.
Setiap dapur juga diwajibkan mengirim dua sampel makanan ke Kantor Daker Makkah dan dua sampel ke Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) setiap hari. Sampel ini diuji dari segi gramasi, rasa, dan kebersihan sebagai bentuk pengawasan mutu makanan.
Proses pengecekan makanan dilakukan tiga kali sehari:
- Pukul 00.10 WAS untuk sarapan
- Pukul 07.00 WAS untuk makan siang
- Pukul 13.00 WAS untuk makan malam
Meskipun saat ini produksi masih sekitar 500 porsi per dapur karena belum semua kloter tiba, kapasitas ini akan terus ditingkatkan seiring kedatangan jemaah hingga puncak haji.
Dengan pengelolaan dapur yang profesional, tenaga kerja berpengalaman, dan pengawasan ketat, jemaah haji Indonesia tetap bisa menikmati makanan khas Nusantara yang lezat, sehat, dan halal di tanah suci. Konsumsi yang baik bukan hanya soal rasa, tapi juga menjadi penopang stamina jemaah selama menjalankan ibadah haji yang padat. (Dhimas Ginanjar)
Editor : A. Ramadhan