PONOROGO - Musim hujan yang mulai berlangsung sejak awal November membawa dampak signifikan terhadap kondisi geologi di Kabupaten Ponorogo. Fenomena hidrometeorologi yang memicu curah hujan tinggi tidak hanya menyebabkan genangan air dan meningkatnya potensi banjir, tetapi juga memicu puluhan kejadian tanah longsor di wilayah perbukitan.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Ponorogo mencatat, sepanjang November 2025 telah terjadi 22 insiden tanah longsor di beberapa kecamatan. Kejadian tersebut tersebar di wilayah rawan seperti Ngrayun, Slahung, Pulung, Sawoo, dan Bungkal — kawasan yang dikenal memiliki struktur tanah labil dan tingkat kemiringan lereng cukup ekstrem.
Sebagian besar kejadian longsor terjadi setelah hujan lebat yang turun berturut-turut selama beberapa jam. BPBD mencatat, longsor yang terjadi tidak hanya menutup akses jalan warga, tetapi juga mengancam pemukiman yang berada di bawah tebing. Beberapa insiden bahkan menyebabkan material tanah dan batu menimpa halaman rumah, sehingga warga harus mengungsi sementara ke tempat yang lebih aman.
Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Ponorogo, Agung Prasetya, menjelaskan bahwa perubahan kondisi tanah akibat saturasi air menjadi pemicu utama. Menurutnya, tanda-tanda awal tanah longsor sebenarnya bisa diketahui sejak dini oleh warga yang tinggal di lereng atau perbukitan.
Baca Juga : Longsor Hantam Jalur Alternatif Tulungagung-Trenggalek, Warga Diminta Waspada
Ia menyebutkan beberapa indikator penting yang harus diwaspadai, seperti munculnya mata air baru secara tiba-tiba, adanya retakan tanah yang semakin melebar, tiang listrik atau pepohonan yang mulai miring, serta munculnya rontokan kerikil dari tebing. Tanda-tanda kecil tersebut kerap menjadi indikasi bahwa struktur tanah mulai kehilangan kekuatan dan berpotensi bergerak.
BPBD Ponorogo juga terus melakukan monitoring di titik-titik rawan, terutama pada daerah yang tahun sebelumnya pernah terdampak longsor. Selain itu, masyarakat diminta segera melapor jika melihat gejala mencurigakan agar tim dapat melakukan asesmen cepat sebelum bencana terjadi.
Memasuki puncak musim hujan yang diperkirakan berlangsung hingga awal tahun 2026, BPBD mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan. Warga yang tinggal di sekitar tebing diharapkan mengurangi aktivitas di luar rumah saat hujan deras, serta mempertimbangkan evakuasi mandiri jika kondisi dinilai berbahaya.
Baca Juga : Gunung Semeru Erupsi 15 Kali dalam 24 Jam, BPBD Lumajang Waspadai Banjir Lahar
Langkah-langkah mitigasi seperti pembersihan saluran air, penguatan tebing sederhana, hingga pemangkasan pohon berpotensi tumbang juga terus dilakukan bersama pemerintah desa dan relawan. Pemerintah daerah menegaskan bahwa upaya pencegahan dini sangat penting untuk mengurangi risiko korban jiwa maupun kerugian material.
Dengan kejadian longsor yang cukup tinggi dalam satu bulan, BPBD berharap masyarakat lebih waspada menghadapi potensi bencana hidrometeorologi yang masih dapat terjadi sepanjang musim penghujan.
Editor : JTV Madiun



















