Pembelajaran merupakan kegiatan inti dari keseluruhan proses pendidikan, termasuk di Perguruan Tinggi. Salah satu indikator mutu pendidikan di Perguruan Tinggi dapat dilihat dari hasil belajar mahasiswa dan kualitas hasil belajar akan dipengaruhi oleh kualitas proses pembelajarannya. Di sisi lain, dosen merupakan faktor determinan dalam menentukan tinggi rendahnya kualitas proses pembelajaran. Kualitas proses pembelajaran dapat dilihat dari bagaimana dosen dalam menggunakan sistem penyajian bahan, peranan dosen dalam mengelola kegiatan pembelajaran, tingkat partisipasi dan jenis kegiatan belajar yang dihayati mahasiswa serta iklim proses pembelajaran.
Pembelajaran yang dilaksanakan dengan mementingkan kualitas mutu pembelajaran, maka akan menentukan capaian hasil belajar yang sesuai dengan standart mutu yang telah ditentukan. Hasil belajar yang bermutu hanya dapat diperoleh dari proses pembelajaran yang berkualitas baik (Eggen & Kauchak, 2012). Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa apabila ada mahasiswa yang memperoleh hasil belajar baik tetapi mereka tersebut tidak belajar dengan baik maka hal tersebut dapat memunculkan keraguan. Pembelajaran di kelas dinyatakan sebagai pembelajaran yang berkualitas apabila dosen yang mengajar dapat menciptakan kondisi belajar atau lingkungan belajar yang kondusif sehingga semua siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Pada keadaan tersebut, maka biasanya mahasiswa akan termotivasi untuk belajar baik melalui aktivitas yang digerakkan oleh dosen sebagai pengontrol jalannya sistem pembelajaran (perkuliahan).
Ada dua pola pembelajaran di Perguruan Tinggi yaitu pola pembelajaran yang berpusat pada lembaga atau dosen, yaitu seorang dosen mengajar mahasiswa dengan bahan ajar yang sudah given sebagaimana yang telah dituangkan dalam Silabus/RPS dan pola pembelajaran yang didesain dengan pendekatan sistem yaitu dosen mengajar dan mahasiswa belajar, bertolak dari kebutuhan belajar mahasiswa yang diawali dengan needs assesment. Dosen mengajar sejumlah mahasiswa secara klasikal dengan menggunakan bahan ajar yang telah dituangkan dalam RPS atau diterjemahkan oleh dosen secara pribadi dari silabus yang ada.
Pertemuan di kelas diselenggarakan pada waktu-waktu yang telah ditentukan sebagaimana dinyatakan dalam jadwal perkuliahan sedangkan metode instruksional atau cara menyajikan isi perkuliahan kepada mahasiswa pada umumnya masih bersifat ekspositoris, tatap muka atau ceramah. Proses belajar mengajar yang terjadi acapkali tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan individual mahasiswa seperti cara belajar, intelegensi, motivasi, minat dan kesulitan-kesuliian yang mungkin dihadapinya. Secara singkat pola pembelajaran yang dilaksanakan di Perguruan Tinggi ini berpusat pada lembaga atau dosen bukan pada mahasiswa Oleh sebab itu, idealnya strategi yang digunakan dalam pembelajaran di Perguruan Tinggi harus berpusat pada keaktifan mahasiswa dan kemandirian guna mengembangkan potensi mahasiswa secara maksimal.
Menciptakan kondisi belajar yang baik, dengan berpusat pada keaktifan mahasiswa dan kemandirian, tentu saja tidak akan lepas dari strategi atau model yang digunakan dalam pembelajaran. Model pembelajaran yang digunakan oleh dosen/pendidik sangat menentukan terhadap proses dan juga hasil belajar yang maksimal. Oleh sebab itu, diperlukan model-model pembelajaran yang inovatif untuk mengembangkan kompetensi mahasiswa agar capaian pembelajaran dapat dicapai secara maksimal. Salah satu model pembelajaran inovatif yang berkembang pada saat ini adalah team based project.
Keterampilan mengembangkan pembelajaran merupakan esensi kompetensi yang harus dikuasai dan terukur melalui praktik pengembangan pembelajaran, karena dipandang sebagai bagian dari upaya pembentukan sikap profesional. Sesuai kondisi tersebut, diperlukan strategi atau metode yang mendukung agar lulusan calon guru bahasa Indonesia dapat mengembangkan keterampilan pengembangan pembelajaran yang dimilikinya. Oleh karena itu, untuk mengembangkan keterampilan pengembangan pembelajaran mahasiswa diperlukan proses pembelajaran yang mengintegrasikan pada aspek-aspek pengembangan tersebut, baik pembelajaran teori maupun praktik. Tentu saja dengan keyakinan bahwa proses pembelajaran yang dilakukan dapat menginspirasi mahasiswa untuk menginovasi pembelajaran dalam melakukan pengembangan.
Untuk mengembangkan keterampilan pengembangan pembelajaran, diperlukan strategi pembelajaran yang memungkinkan efektif, sehingga hasil pembelajaran mempunyai relevansi yang tinggi terhadap kebutuhan lapangan kerja. Franco-santos & Gomezmejia (2015), berpendapat bahwa strategi team-based incentives efektif digunakan untuk mengembangkan ide-ide inovasi peserta didik (mahasiswa), karena mahasiswa memiliki kepercayaan dapat menunjukkan yang terbaik ketika bersama kelompoknya.
Sunardi & Hasanuddin (2019), menjelaskan bahwa strategi yang efektif dapat meningkatkan keterlibatan peserta didik (Red. Mahasiswa), kreativitas, inovasi, bermakna, membantu peserta didik dalam memecahkan masalah kehidupan nyata, mengasah kemampuan kognitif, manipulatif, mendesain, memanfaatkan teknologi, pengaplikasian pengetahuan serta kemampuan dalam mengombinasikan antara pengetahuan kognitif dan psikomotorik dan membangkitkan rasa ingin tahu yang memicu imajinasi kreatif serta berpikir kritis. Strategi yang dimaksud, yaitu strategi project based learning (red. team based project dalam konteks perguruan tinggi).
Di sisi lain, pada saat yang sama, interkoneksi antara proses kognitif individu, aktivitas, dan perilaku yang ditentukan oleh fungsional hubungan saling ketergantungan memungkinkan anggota untuk bekerja secara kolektif sebagai sistem menuju tujuan bersama. Dengan demikian, Team Based Project dapat diilustrasikan sebagai sistem kognitif yang terdiri dari dua tingkat pemrosesan kognitif, yaitu proses kognitif terdistribusi (tingkat intraindividu) dan proses kognitif kolektif (tingkat antarindividu). Anggota tim individu bekerja secara independen untuk memproses aktivitas kognitif terdistribusi, namun, secara kooperatif dengan anggota tim mereka memenuhi fungsi masing-masing melalui komunikasi dan koordinasi proses interaktif.
*Ainurrahman adalah Mahasiswa S3 Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Sebelas Maret Surakarta