SURABAYA - Kasus dana hibah yang menyeret anggota DPRD Jawa Timur mendapat perhatian dari Poros Muda Nahdlatul Ulama.
Aktivis muda NU yang concern menyikapi masalah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) ini menilai Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawanda tidak terlibat dalam kasus dana hibah.
Poros Muda NU berpedoman pada mens rea atau niat jahat. Ini merupakan elemen penting yang harus dibuktikan. Mens rea merujuk pada kondisi mental pelaku saat melakukan tindak pidana, yaitu apakah pelaku memiliki kesengajaan atau niat jahat untuk melakukan perbuatan tersebut.
"Tanpa adanya mens rea, suatu tindakan, meskipun secara lahiriah terlihat melanggar hukum (actus reus), belum tentu dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Contohnya dalam kasus Hibah Gubernur Jawa Timur yang sedang disidik KPK. Tidak ada mens rea pada Gubernur Jawa Timur, Khofifah Parawansa," kata Koordinator Nasional Poros Muda NU, Ramadhan Isa, dalam keterangannya, Senin (30/6/2025).
Menurutnya, kasus Hibah Gubernur Jawa Timur ini harus didudukan secara fair dengan logika hukum. Memang betul, yang dikorupsi atau diselewengkan adalah hibah gubernur tapi harus dibuktikan apakah Khofifah sebagai gubernur dan yang menandatangani hibah ikut melakukan penyelewengan hibah.
Dalam pencairan dana hibah gubernur ada Nota perjanjian hibah antara Biro Kesra dengan penerima hibah. Ini adalah dokumen legal yang merinci kesepakatan pemberian hibah, termasuk hak dan kewajiban masing-masing pihak, tujuan hibah, serta tata cara penyaluran dan pelaporan.
Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) adalah istilah yang digunakan untuk dokumen ini, khususnya jika hibah bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pencairan dana hibah itu pun ditransfer langsung ke rekening lembaga penerima hibah.
"Faktanya, penyelewengan hibah yang disidik KPK itu dikelola oleh legislatif, bukan hibah yang dikelola eksekutif. Terbukti yang menjadi tersangka dan terpidana adalah anggota DPRD, baik provinsi mau pun kabupaten. Akibat adanya praktek ijon dan pemotongan anggaran hibah," terang pria yang akrab disapa Dhani itu.
Dhani menambahkan, justru bila ditelisik, Khofifah adalah pihak yang dirugikan. Sebab hibah gubernur yang seharusnya punya tujuan mulia untuk membangun infrastruktur dan mensejahterakan rakyat Jawa Timur justru diselewengkan oleh oknum anggota dewan.
Seharusnya, keterlibatan anggota dewan dalam menyalurkan atau paling tidak merekomendasikan turunnya hibah gubernur, bisa membuat hibah tersebut tepat sasaran.
"Sebab, mereka ini lah yang punya konstituen dan daerah pemilihan (Dapil). Tapi justru sebaliknya malah diselewengkan untuk memperkaya diri, yang kemudian hasilnya dikaburkan dengan pembelian sejumlah aset," ujar alumni PMII Ciputat ini.
Dhani mengungkapkan bila meminjam analogi kasus dana hibah gubernur Jatim ini, seperti orang punya pohon mangga dengan mangganya yang sudah berbuah di dalam pagar pekarangan rumah. Lalu mangga tersebut di curi dengan cara memanjat pagar atau menggunakan galah.
"Tapi justru si pemilik rumah yang disalahkan atas pencurian itu, karena dianggap tidak bisa menjaga buah mangga miliknya," imbuhnya.
Poros Muda NU berharap kesaksian Khofifah nantinya dihadapan penyidik KPK bisa membuka terang tabir penyelewengan hibah gubernur. Pihaknya yakin Khofifah akan secara gamblang memberikan keterangan kepada penyidik, karena ia tidak punya beban sama sekali.
"Pihaknya yakin keterangan Khofifah akan memperkuat dakwaan kepada para pelaku dugaan korupsi hibah di pengadilan Tipikor," tegasnya. (*)
Editor : M Fakhrurrozi