PASURUAN - Kepala Desa Ambal-Ambal, Kecamatan Kejayan, Kabupaten Pasuruan, berinisial SA, resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana desa. Polisi menyebut kerugian negara akibat ulah SA mencapai hampir setengah miliar rupiah.
Penetapan SA sebagai tersangka didasarkan pada laporan polisi yang masuk ke Polres Pasuruan pada 26 Maret 2024. Setelah dilakukan penyelidikan oleh Satreskrim, polisi menemukan cukup bukti terkait penyalahgunaan dana desa selama periode April 2021 hingga Desember 2022.
Selama masa itu, SA diduga menyalahgunakan dana dari APBDes Tahun Anggaran 2021 dan 2022, Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Timur tahun 2021, serta Bantuan Keuangan Kabupaten Pasuruan tahun 2022.
Polisi mengungkap berbagai modus yang digunakan SA untuk mengakali pengelolaan keuangan desa. Ia diduga mengambil dan menyimpan uang desa secara pribadi, menggunakan nota kosong dari toko untuk belanja fiktif, melakukan mark-up harga barang kebutuhan desa, serta menyalurkan honor tim pelaksana kegiatan secara tidak sesuai. Bahkan, proyek pembangunan sumur bor dan fasilitas tandon air tidak dilaksanakan sebagaimana yang direncanakan dalam anggaran.
Baca Juga : Jembatan di Karangjati Anyar Pasuruan Putus Diterjang Banjir, Akses Warga Lumpuh Total
Wakapolres Pasuruan , Kompol Andy Purnomo, menjelaskan bahwa penetapan SA sebagai tersangka dilakukan setelah penyidik Satreskrim menemukan dugaan kuat penyalahgunaan wewenang.
"Setiap belanja dilakukan sendiri oleh kepala desa, seharusnya melalui PPKD dan Tim Pelaksana Kegiatan. Uang hasil pencairan juga disimpan pribadi dan sebagian disetorkan ke rekening atas nama kepala desa," kata Wakapolres Pasuruan, Kompol Andy Purnomo, Jumat (13/6/2025).
Baca Juga : Truk Terjun ke Sungai di Pasuruan, Diduga Akibat Ikuti Google Map Belum Bisa Dievakuasi
Audit yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Pasuruan mencatat nilai kerugian negara sebesar Rp448.222.635. Dalam proses penyidikan, sejumlah barang bukti telah disita. Di antaranya dokumen APBDes, SPJ, buku tabungan atas nama desa dan tersangka, nota kosong dari toko, serta dokumen proposal bantuan keuangan.
Akibat perbuatannya, SA dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Ancaman hukuman maksimal adalah penjara 20 tahun atau seumur hidup, serta denda hingga Rp1 miliar. (*)
Editor : A. Ramadhan