SURABAYA - Politisi senior Partai Golkar, Adies Kadir berkunjung ke DPRD Kota Surabaya, Jum'at (31/10/2025) siang.
Adies datang bukan sebagai pejabat pusat, melainkan sebagai “alumni” dewan kota Surabaya. Bagi Adies, gedung DPRD Surabaya sudah tidak asing lagi.
Adies pernah menjadi wakil rakyat di DPRD Surabaya lebih satu dekade lalu. Kunjungan ini sekaligus nostalgia dan berbagi pengalaman kepada kader muda partainya.
Kunjungan diawali dengan salat Jumat bersama di masjid DPRD. Konstruksi masjid DPRD yang modern membuat Adies Kadir takjub.
“Dulu masjidnya masih di sebelah sini, sekarang sudah geser dan lebih bagus. Banyak perubahan, tapi semangatnya tetap sama melayani rakyat,” ujarnya sambil tersenyum.
Adies memang punya ikatan emosional kuat dengan lembaga legislatif kota ini. Di sinilah ia meniti awal karier politiknya pada periode 2009–2014 sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar. Dari ruang sidang inilah pula, jalan menuju Senayan terbuka baginya.
“Saya belajar banyak di sini, bagaimana menjadi pelayan masyarakat, memahami aspirasi warga, dan berkomunikasi dengan konstituen. Dari sinilah saya ditempa,” ucapnya sambil mengenang saat menjadi wakil rakyat.
Salah satu pengalaman yang paling berkesan bagi Adies adalah ketika ia memimpin Panitia Khusus Pengembalian Aset Yayasan Kas Pembangunan (YKP) sekitar tahun 2010–2011.
Saat itu, ia bersama anggota dewan lain memperjuangkan pengembalian aset milik Pemkot Surabaya yang sempat dikuasai pihak ketiga.
“Kami waktu itu seperti membuka kotak Pandora. Tidak mudah, tapi semangatnya satu: aset publik harus kembali ke rakyat. Dan alhamdulillah, perjuangan itu akhirnya berhasil di periode berikutnya,” ungkapnya.
Kepada kader muda Partai Golkar yang hadir dalam kesempatan itu diantaranya Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Arif Fathoni, Achmad Nurdjayanto, Aldi Blaviandy, Adies menitipkan pesan sederhana namun sarat makna: menjadi politisi adalah soal pengabdian, bukan soal posisi.
“Kita ini pelayan rakyat. Kalau ingin dipilih kembali, ya layani masyarakat dengan sungguh-sungguh. Telepon, pesan, atau WA dari warga itu harus dijawab, sekecil apa pun persoalannya,” tegasnya.
Adies menambahkan, setiap anggota dewan seharusnya menyadari bahwa mereka hidup di bawah sorotan publik.
“Menjadi anggota dewan itu seperti hidup di dalam akuarium. Semua gerak-gerik kita bisa dilihat masyarakat. Karena itu, sikap dan kerja harus bisa dipercaya,” katanya.
Ia juga mengenang bagaimana suasana kerja di Komisi A DPRD Surabaya kala itu berjalan dengan semangat kekeluargaan lintas fraksi.
“Ketua Komisi-nya waktu itu Pak Armuji, sekretarisnya Alvan. Kami solid. Tidak ada lagi sekat fraksi, semua berjuang untuk rakyat. Itu nilai yang saya bawa sampai ke DPR RI,” ujarnya.
Kini, setelah tiga periode menjadi anggota DPR RI, Adies menilai regenerasi politik di tubuh Partai Golkar berjalan baik. Munculnya banyak wajah muda di parlemen menjadi pertanda positif.
“Sekitar 60–70 persen anggota dewan sekarang adalah wajah baru. Itu artinya kaderisasi berjalan. Tapi regenerasi tidak cukup hanya ganti wajah, yang penting kerja nyatanya,” ujarnya.
Di penghujung kunjungannya, Adies berbicara tentang semangat baru Partai Golkar di usia ke-61 tahun. Tagline partai kini berubah menjadi “Suara Rakyat, Suara Golkar”.
“Artinya sederhana partai harus benar-benar turun ke bawah, menyerap aspirasi, dan bekerja nyata. Golkar harus hadir di tengah masyarakat, bukan hanya banyak bicara di ruang sidang,” tandasnya.
Bagi Adies, napak tilas ke DPRD Surabaya bukan sekadar perjalanan mengenang masa lalu, tetapi juga momen untuk kembali meneguhkan prinsip dasar politik yang ia yakini sejak awal: bahwa kekuasaan hanya akan bermakna jika digunakan untuk melayani rakyat.
“Dari gedung inilah saya belajar arti pengabdian. Dan dari rakyat Surabaya, saya belajar untuk tidak berhenti bekerja,” tutupnya. (*)
Editor : M Fakhrurrozi



















